Nama : Annisa Nurmallasari
NPM : 20211968
Kelas : 4 EB 08
PENERAPAN METODE
BALANCED SCORECARD
SEBAGAI TOLOK UKUR PENILAIAN KINERJA
PADA
ORGANISASI NIRLABA
(Studi Kasus pada Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang)
Wahyu Eko Yuzandra Pramadhany
Shiddiq Nur Rahardjo, S.E.,
M.Si., Akt.
Fakultas Ekonomi UNDIP
ABSTRACT
This research discuses about performance
measurement of organization by using Balanced Scorecard as a method that can be
applied in a public sector organization. Nowadays, performance measurement in
public sector is still more focused on internal business and short term goals
(financial). Therefore, measurement of performance using the Balanced Scorecard
(financial perspective, customer perspective, internal business perspective and
learning and growth perspective) offers a solution for more comprehensive
performance measurement and comprehensive in an organization.
The object of this research is
Bhayangkara Hospital, Semarang as one of the hospitals owned by Central Java
Polda. The research at hospital conducted by comparing between internal
hospital performance and Balanced Scorecard performance of the years 2008-2010.
From the results of research using the
Balanced Scorecard, the average value for each perspectives of financial,
customer, internal business and learning and growth is good enough. So it can
be concluded that the performance of the Bhayangkara Hospital, Semarang
included in the criteria sufficiently, with some suggestions and improvements
that need to be done.
Keywords:
Performance, Balanced Scorecard, Hospital
1
Latar Belakang
Masalah
Untuk menghadapi persaingan bisnis yang sangat
kompetitif, kinerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh suatu
organisasi. Kinerja dalam suatu periode tertentu dapat dijadikan acuan untuk
mengukur tingkat keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, sistem kinerja yang
sesuai dan cocok untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu
bersaing dan berkembang.
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang
sangat penting bagi sebuah organisasi. Pengukuran tersebut antara lain dapat
digunakan sebagai dasar menyusun sistem imbalan atau sebagai dasar penyusun
strategi organisasi atau perusahaan (Cahyono, 2000). Sistem pengukuran kinerja
dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja
dibuat dengan menetapkan reward dan punishment system (Ulum,
2009).
Sistem pengukuran kinerja tradisional merupakan
salah satu cara yang umumnya digunakan oleh manajemen tradisional untuk
mengukur kinerja. Pengukuran kinerja secara tradisional lebih menekankan kepada
aspek keuangan, karena lebih mudah diterapkan sehingga tolok ukur kinerja
personal diukur berkaitan dengan aspek keuangan saja. Sistem ini lazim
dilakukan dan mempunyai beberapa kelebihan, akan tetapi karena hanya
menitikberatkan pada aspek keuangan tentunya menimbulkan adanya kelemahan.
Pengukuran kinerja berdasar aspek keuangan dianggap tidak mampu
menginformasikan upaya-upaya apa yang harus diambil dalam jangka panjang, untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Disamping itu, sistem pengukuran kinerja ini dianggap
tidak mampu mengukur asset tidak berwujud yang dimiliki organisasi seperti
sumber daya manusia, kepuasan pelanggan, dan kesetiaan pelanggan.
Untuk meningkatkan kinerja organisasi, maka
diperlukan suatu sistem berbasis kinerja. Kinerja yang baik harus mempunyai
sistem pengukuran kinerja yang andal dan berkualitas, sehingga diperlukan
penggunaan ukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan aspek keuangan saja
tetapi juga memperhatikan aspek-aspek non-keuangan. Hal ini mendorong Kaplan
dan Norton (2000) untuk merancang suatu sistem pengukuran kinerja yang lebih
komprehensif yang
2
disebut
dengan Balanced Scorecard. Konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan
oleh Kaplan dan Norton (2000) merupakan salah satu metode pengukuran kinerja
dengan memasukkan empat aspek/perspektif di dalamnya yaitu:
1.
Financial perspective (perspektif
keuangan)
2.
Customer perspective (perspektif
pelanggan)
3.
Internal bisnis perspective (perspektif
proses bisnis internal) dan
4.
Learning and growth perspective (perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan)
Balanced Scorecard merupakan
strategi bisnis yang diterapkan agar dapat dilaksanakan dan dapat
mengukur keberhasilan organisasi. Dengan demikian Balanced Scorecard
dapat digunakan sebagai alat untuk mengimplementasikan strategi. Lebih dari
itu, Balanced Scorecard dapat menyelaraskan berbagai fungsi (divisi,
departemen, seksi) agar segala keputusan dan kegiatannya di dalam masing-masing
fungsi tersebut dapat dimobilisasikan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Pada awalnya, Balanced Scorecard dirancang
untuk digunakan pada organisasi yang bersifat mencari laba, namun kemudian
berkembang dan diterapkan pada organisasi nirlaba. Terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap penggunaan pada organisasi laba dengan organisasi nirlaba,
diantaranya: pada organisasi laba perspektif finansial adalah tujuan utama dari
perspektif yang ada, sedangkan pada organisasi nirlaba perspektif konsumen
merupakan tujuan utama dari perspektif yang ada. Persfektif finansial dalam
organisasi laba adalah berupa finansial atau keuntungan, sedangkan dalam
organisasi nirlaba perspektif finansisal adalah pertanggungjawaban keuangan
mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Balanced Scorecard dinilai
cocok untuk organisasi nirlaba karena Balanced Scorecard tidak hanya
menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan
nonfinansial. Hal tersebut sesuai dengan jenis organisasi nirlaba yaitu
menempatkan laba sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang bersifsat
kualitatif dan non keuangan.
Rumah sakit umum merupakan salah satu instansi
pemerintah yang bergerak di bidang sektor publik dalam bidang jasa kesehatan.
Kegiatan usaha rumah sakit umum daerah bersifat sosial dan ekonomi yang
mengutamakan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.
3
Rumah
sakit umum sebagai salah satu instansi pemerintah harus mampu memberikan
pertanggungjawaban baik secara keuangan maupun non-keuangan kepada pemerintah
dan masyarakat sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
pengukuran kinerja yang mencakup semua aspek. Balanced Scorecard
merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan pengukuran kinerja baik dari aspek
keuangan maupun non keuangan.
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang merupakan salah
satu rumah sakit pemerintah yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Polri.
Selama ini pengukuran kinerjanya hanya menggunakan pengukuran kinerja secara
tradisional, yaitu membandingkan target yang telah ditetapkan dengan realisasi
pendapatan yang diterima oleh rumah sakit, serta ukuran jasa standar pelayanan
rumah sakit. Pengukuran tersebut dirasa kurang memadai karena hanya menggunakan
standar umum penilaian.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka penulis
ingin menerapkan elemen-elemen
yang dimiliki
Balanced
Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat
aspek yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek bisnis internal dan
aspek pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan visi, misi dan tujuan yang
dijabarkan dalam strategi organisasi dan nantinya setelah aspek-aspek non
finansial tersebut diukur, diharapkan dapat membuat pengukuran kinerja di Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang menjadi lebih baik dari sekarang. Dengan latar
belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai “Penerapan
Metode Balanced
Scorecard
Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja Pada Organisasi
Nirlaba (Studi Kasus pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang)”.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana kinerja Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang dengan mengacu pada penilaian kinerja secara tradisional?
2.
Bagaimana kinerja Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang dengan mengacu pada penilaian kinerja menggunakan Balanced
Scorecard?
3.
Bagaimana penilaian kinerja tradisional
dibandingkan dengan pengukuran menggunakan Balanced Scorecard pada Rumah
Sakit Bhayangkara?
4
Tujuan dari penelitian ini
adalah:
1) Mengetahui
kinerja kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan penilaian kinerja
secara tradisional.
2) Mengetahui
kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan penilaian kinerja
menggunakan Balanced Scorecard.
3) Mengetahui
perbandingan antara pengukuran kinerja secara tradisional dengan pengukuran
menggunakan Balanced Scorecard.
5
Landasan Teori
Kinerja
Menurut Helfert (dalam Srimindarti, 2004: 53)
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi
oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya
yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu
periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu
atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau
akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).
Penilaian
Kinerja
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk
memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan
hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001: 416). Penilaian kinerja
dapat digunakan sebagai media untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan
merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik yang
dihasilkan kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang
bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Penilaian
Kinerja Tradisional
Pada umumnya organisasi banyak yang masih
menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu
lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal
diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan
kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis
yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit
pengukurannya. Menurut Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat
menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun
sepenuhnya perusahaan kearah yang
6
lebih
baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu perlu adanya cara
pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif
organisasi bisnis.
Pengertian Rumah
Sakit
Menurut Anwar (dikutip dari Wangsi, 2006), rumah
sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis profesional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Berdasar standar pengukuran jasa pelayanan kesehatan
nasional (Depkes 2005), kinerja rumah sakit dinilai dari:
a.
BOR (Bed Occupancy Rate),
menunjukkan presentase tempat tidur yang dihuni dengan tempat tidur yang
tersedia.
b.
BTO (Bed Turn Over Rate),
menunjukkan perbandingan jumlah pasien keluar dengan rata-rata tempat tidur
yang siap pakai.
c.
TOI
(Turn Over Interval), menunjukkan rata-rata waktu luang tempat tidur.
d.
ALOS (Average Length of Stay),
menunjukkan rata-rata lamanya seorang pasien dirawat inap.
e.
GDR (Gross Death rate), digunakan
untuk mengetahui rata-rata kematian untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar.
f.
NDR (Net Death Rate), digunakan
untuk mengetahui rata-rata angka kematian >48 jam setelah dirawat untuk
tiap-taip 1000 pasien keluar.
Pengertian Balanced
Scorecard
Balanced Scorecard terdiri
dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Adapun pengertian
Balanced Scorecard menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced
Scorecard terdiri dari 2 kata; Scorecard, yaitu kartu yang
digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan
untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya; dan
Balanced, yaitu
menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang
7
dan
dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.
Karakteristik Balanced
Scorecard
Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced
Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan
strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata
melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan
visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran
kinerja tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk
jangka panjang.
Pengukuran
Kinerja Dengan Balanced Scorcared
Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard
merupakan alternatif pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat perspektif
utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan
pertumbuhan. Kelebihan penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan
pendekatan Balanced Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan
strategi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang
dilihat dari empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, pembelajaran dan pertumbuhan tersebut.
Perspektif di
Dalam Balanced Scorcared
Balanced Scorecard menunjukkan
adanya metode pengukuran kinerja yang menggabungkan antara pengukuran
keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton, 1996: 47). Ada empat perspektif
kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu:
1.
Perspektif
Keuangan (Financial Perspective)
Sasaran-sasaran
perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang
oleh Kaplan dan Norton (2000) dibedakan menjadi tiga tahap:
a. Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal
dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat
pertumbuhan yang sama sekali atau paling
8
tidak memiliki potensi untuk berkembang.
Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat
komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan
mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan
global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
b. Sustain Stage (Bertahan)
Bertahan merupakan
tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam
tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan
mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk
menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu
pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih
diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
c. Harvest (Panen)
Tahap ini merupakan
tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen
(harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan
investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas,
tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan.
Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang
mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
2.
Perspektif
Pelanggan/Konsumen
Kaplan dan
Norton (2000: 58) menjelaskan pengukuran dalam perspektif peanggan, yaitu:
a.
Pangsa
pasar
Pangsa pasar
menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar
tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang
dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
9
Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik
pelanggan-pelanggan baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah
pelanggan dari tahun ke tahun.
c.
Retensi
pelanggan
Mengukur seberapa
banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Pengukuran
dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan
pelanggan yang ada saat ini dengan cara membandingkan jumlah pelanggan tahun
berjalan dengan tahun sebelumnya.
d.
Tingkat kepuasan pelanggan
Mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas
terhadap layanan perusahaan. Berupa umpan balik mengenai seberapa baik
perusahaan melaksanakan bisnisnya.
3.
Perspektif
Proses Bisnis Internal
Menurut Kaplan dan Norton (2000: 83) dalam proses
bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang
penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses
internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam
proses bisnis internal meliputi:
a. Inovasi
Inovasi yang dilakukan
dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam
tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru,
lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara relatif jika
dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang
berhasil dikembangkan.
b. Proses Operasional
Tahapan ini merupakan
tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para
pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok
10
ukur yang digunakan antara lain Manufacturing
Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan,
banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk
sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang
tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya
anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.
c. Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada
Pelanggan
Aktivitas penyampaian
produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan
pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan
berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli
produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan,
layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.
4.
Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Adapun faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 2000: 110):
a. Kepuasan Karyawan
Hal yang perlu ditinjau
adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui
tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler.
Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan
keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk
melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas
kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral,
inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam
menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus
menerus.
b. Kemampuan Sistem Informasi
Perusahaan perlu
memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok
ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah
didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi
tersebut.
11
c. Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan
Pegawai yang memiliki
informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan
usaha, apabila mereka tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan
tujuan perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan keputusan atau
bertindak.
Kerangka
Pemikiran
Gambaran mengenai penelitian ini
dijelaskan pada kerangka pemikiran sebagai berikut:
Rumah
Sakit Bhayangkara
Semarang
Kinerja
rumah sakit
Pengukuran kinerja standar RS
|
|
Pengukuran kinerja menggunakan
|
Bhayangkara
|
|
Balanced Scorecard
|
|
|
|
Balanced Scorecard:
1. Perspektif
Keuangan
2. Perspektif
Pelanggan
3. Perspektif
Proses Bisnis Internal
4. Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perbandingan
antara kinerja standar rumah sakit dan Balanced Scorecard
Kesimpulan
12
Ruang Lingkup
Penelitian
Penelitian berupa studi kasus, yaitu metode pengumpulan
data dengan mengambil beberapa elemen dan kemudian masing-masing elemen
tersebut diteliti, kesimpulan yang ditarik hanya berlaku untuk elemen-elemen
yang diteliti saja. Penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
dengan data berupa elemen-elemen yang menjadi tolak ukur dalam pengukuran
kinerja, dengan metode Balanced Scorecard.
Objek Penelitian
Obyek
dalam penelitian ini merupakan organisasi nirlaba yang berorientasi pada
pelayanan kepada masyarakat, yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Oleh
karena itu diperlukan adanya suatu metode pengukuran kinerja yang tepat untuk
diterapkan pada rumah sakit ini agar dapat menilai baik atau tidak kinerja di
dalamnya.
Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang dinilai cocok sebagai objek penelitian karena
memenuhi standar kualitas sebagai rumah sakit yang baik. Selain itu lokasi yang
strategis, memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data untuk penelitian.
Variabel
Penelitian dan Definisi Operasional
Sebelum menerapkan Balanced Scorecard
pengukuran kinerja rumah sakit dilakukan dengan mengukur kinerja keuangan dan
kinerja pelayanan:
1.
Kinerja
Keuangan = (Realisasi Pendapatan /
Target Pendapatan) x 100%
2.
Kinerja
Pelayanan:
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit
/ (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari)) X 100% BTO = (Jumlah pasien keluar
(hidup dan mati) / Jumlah tempat tidur) X 100%
TOI = (((Jumlah tempat
tidur X periode) – hari perawatan)/ (Jumlah pasien keluar (hidup dan mati))) X
100%
ALOS
= (Jumlah lama perawatan pasien / (Jumlah pasien keluar (hidup dan mati)) X
100%
13
GDR = (Jumlah pasien mati (seluruhnya) / Jumlah
pasien keluar (hidup dan mati)) X1000 ‰
NDR = (Jumlah pasien keluar mati
> 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup dan mati))
X 1000 ‰
Setelah menggunakan Balanced Scorecard
pengukuran kinerja dilakukan menggunakan empat perspektif utama yang dimiliki Balanced
Scorecard. Data yang diperoleh berasal dari rumah sakit. Data tersebut
berupa data-data yang sudah ada dan dimiliki rumah sakit, tetapi belum diolah
secara maksimal serta data baru yang didapatkan atau dicari oleh peneliti
sendiri.
1.
Financial Perspective (perspektif
keuangan)
Perspektif keuangan berkaitan dengan berkaitan erat
dengan tingkat efektifitas dan efisiensi. Adapun penelitian ini dilakukan pada
organisasi sektor pubik yang kegiatannya dilakukan pada sektor nirlaba, maka
penggunaan instrumen value for money yang dikembangkan oleh Mardiasmo
(2002) adalah yang paling tepat. Instrumen tersebut terdiri dari rasio
ekonomis, rasio efektivitas, dan rasio efisiensi. dengan rasio ekonomi dan
rasio efisiensi dapat dihitung dengan cara berikut ini:
a. Rasio Ekonomis
Rasio Ekonomi adalah
rasio yang menggambarkan kehematan dalam penggunaan anggaran yang mencakup
pengelolaan secara hati-hati dan cermat serta tidak boros. Pengukuran rasio
ekonomis Menurut Wijayanti (2010) dilakukan dengan cara membandingkan target
anggaran dan realisasi belanja.
Rasio Ekonomis = (Belanja Rumah
Sakit / Anggaran yang ditetapkan) x 100%
b. Rasio Efektivitas
Efektivitas (effectiveness)
berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang
diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan (Dunn, 2003: 429).
Sehingga ukuran efektivitas dapat diartikan sebagai suatu standar akan
terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai.
14
Rasio
Efektivitas = (Realisasi Pendapatan / Target Pendapatan) x 100%
c. Rasio Efisiensi
Rasio Efisiensi adalah
rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya belanja yang dikeluarkan
terhadap realisasi pendapatan. Sehingga apabila sasaran yang ingin dicapai oleh
suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang
dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil
yang dicapai, ini berarti kegiatan kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan
(Dunn, 2003:430).
Rasio Efisiensi = (Total Belanja
rumah sakit / Total Realisasi pendapatan) x 100%
2.
Customer Perspective (perspektif
pelanggan)
Pengukuran terkait dalam perspektif
pelanggan (Kaplan dan Norton, 2000), yaitu: a. Akuisisi pelanggan
Mengukur seberapa
banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru. Akuisisi ini
diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun. Tingkat
akuisisi pelanggan dinilai kurang apabila akuisisi pelanggan mengalami
penurunan, dinilai sedang apabila konstan dan fluktuatif dan dinilai baik
apabila mengalami peningkatan.
b. Retensi pelanggan
Mengukur seberapa
banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Tingkat
retensi pelanggan dinilai kurang apabila retensi pelanggan mengalami penurunan,
dinilai sedang apabila konstan dan fluktuatif dan dinilai baik apabila
mengalami peningkatan.
c. Tingkat kepuasan pelanggan
Mengukur tingkat
kepuasan pelanggan, dengan meneliti tingkat kepuasan pelanggan yang diperoleh
dari penyebaran kuesioner kepada pelanggan kemudian diukur menggunakan skala
ordinal.
15
3.
Internal bisnis perspective (perspektif
proses bisnis internal)
Perspektif bisnis
internal terkait dengan penilaian atas proses yang telah dibangun dalam
melayani masyarakat. Penilaian tersebut meliputi proses inovasi dan kualitas
pelayanan. Penilaian ini bertujuan dalam rangka meningkatkan dan mendorong
pertumbuhan organisasi, guna meningkatkan tingkat pelayanan kepada pelanggan (Mulyadi,
2001). Utuk tingkat pelayanan diukur dengan menggunakan standar kinerja
pelayanan rumah sakit yaitu
Bed Occupancy Rate (BOR),
Bed Turn Over (BTO), Turn Over Interval (TOI), Average Leangth of
Stay (ALOS), Gross Death Rate (GDR), Net Death Rate (NDR).
Perspektif bisnis internal dinilai kurang apabila proses inovasi dan
pelayanan mengalami penurunan, dinilai sedang apabila konstan dan fluktuatif
dan dinilai baik apabila mengalami peningkatan dan maksimal.
4.
Learning and growth perspective (pembelajaran
dan pertumbuhan) a. Retensi Karyawan
Penilainan dilakukan
untuk menilai tingkat komitmen karyawan yang dapat dinilai dari tingkat retensi
karyawan.
Perputaran karyawan = (Jumlah karyawan
yang keluar / Total karyawan pada tahun berjalan) X 100%
Tingkat retensi karyawan dinilai baik
apabila selama periode pengamatan mengalami penurunan, dinilai sedang apabila
fluktuatif dan dinilai kurang apabila mengalami peningkatan.
b.
Pelatihan
Karyawan
Peningkatan kapabilitas
karyawan dinilai dari peningkatan pelatihan/seminar yang diadakan baik dari
dalam maupun luar rumah sakit. Tingkat pelatihan karyawan dinilai baik apabila
mengalami peningkatan, dinilai sedang apabila fluktuatif dan dinilai kurang apabila
mengalami penurunan selama periode penelitian.
16
1.
Data primer, merupakan data penelitian
yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui kuesioner, yang ditujukan kepada
pelanggan sebanyak 20 responden. Adapun data mengenai kepuasan pelanggan
diketahui lewat kuesioner.
2.
Data sekunder, merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh
dan dicatat orang lain). Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan tidak
dipublikasikan.
Metode
Pengumpulan Data
Metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data yaitu:
1.
Kuesioner
Disebarkan kepada
pelanggan Rumah Sakit Bhayangkara Semarang sebanyak 20 responden. Perhitungan
bobot kuesioner menggunakan skala ordinal.
2.
Dokumentasi
dan Studi Pustaka
Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan
data keuangan (anggaran dan realisasi anggaran), data yang mencakup perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Metode studi
pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber yang
diperoleh dari literatur yang membahas tentang pengukuran kinerja menggunakan Balanced
Scorecard.
Pengujian
Instrumen Penelitian
Pengujian ini dilakukan untuk menguji kuesioner yang
nantinya digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Penelitian diharapkan
dapat memperoleh hasil yang objektif (valid) dan dapat diuji konsistensinya
(reliability). Pengujian dengan menggunakan uji validitas dengan menggunakan
rumus korelasi product moment (Pearson) yaitu, pertanyaan dinyatakan
valid jika r hitung lebih besar dari r tabel yaitu 0,44 dan uji reliabilitas
dengan menggunakan
Alpha dengan nilai Croanbach’s Alpha >
60% (Ghozali: 2006). Teknik pengambilan sampel
17
adalah
teknik pengambilan sampel probabilitas, yaitu dengan pemilihan sampel acak
sederhana, yang memberikan kesempatan yang sama dan bersifat tidak terbatas
pada setiap elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel.
Untuk menghitung kuesioner pelanggan menggunakan
skala ordinal. Skala berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap seseorang
terhadap sesuatu. Skala ordinal berisi lima tingkat jawaban dengan pilihan
berupa angka skala 1-5, yang artinya adalah sebagai berikut (Ghozali 2006):
1
Sangat
Tidak Puas
2
Tidak
Puas
3
Cukup
Puas
4
Puas
5
Sangat
Puas
Metode Analisis
Data
Metode analisis data yang digunakan adalah dengan
pendekatan deskriptif kuantitatif statistik komparatif. Metode ini dilakukan
dengan cara:
1.
Memaparkan dan menjelaskan data-data
yang telah didapatkan, seperti data keuangan rumah sakit, laporan kinerja standar
pelayanan rumah sakit dan data personel/karyawan, untuk kemudian diolah menjadi
pemacu ukuran kinerja.
2.
Memberikan skor untuk masing-masing
pemacu kinerja, baik kinerja menurut penilaian rumah sakit, maupun kinerja
berdasarkan empat perspektif Balanced Scorecard.
18
|
Tabel Rating Scale
|
|
|
|
Skor
|
|
Nilai
|
|
|
|
-1
|
|
Kurang
|
|
|
|
0
|
|
Cukup
|
|
|
|
1
|
|
Baik
|
|
|
|
|
Sumber: Mulyadi
2001
|
3.
Menentukan kriteria kinerja “kurang”,
“cukup”, dan “baik” dengan membuat skala penilaian kinerja balanced
scorecard dari hasil pemberian skor pada masing-masing indikator. Kinerja
dikatakan “kurang” jika besar nilainya kurang dari 50% (skor 0). Kinerja
dikatakan “baik” apabila lebih dari 80% dan diasumsikan bahwa 80% sama dengan
0,6. Sisanya adalah daerah “cukup”, yaitu antara 0-0,6.
4.
Skor yang didapat dari masing-masing
pengukuran baik berdasarkan standar rumah sakit maupun Balanced Scorecard,
kemudian dibandingkan. Pengukuran dengan skor lebih besar menunjukkan tingkat
ketepatan yang lebih baik. Hal ini berguna untuk mengetahui, apakah kinerja
rumah sakit selama ini sudah baik menurut metode Balanced Scorecard.
19
Deskripsi Objek
Penelitian
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang pada
umumnya berwujud berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Dalam
penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang berupa data-data tertulis atas pengukuran dan perencanaan
kinerja tahun 2008-2010. Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh
langsung dari sumbernya melalui kuesioner, yang ditujukan kepada pelanggan
sebanyak 20 responden. Adapun data mengenai kepuasan pelanggan diketahui lewat
kuesioner.
Kinerja Rumah
Sakit Sebelum Menggunakan Balanced Scorecard
Pengukuran kinerja internal rumah sakit dilakukan
berdasarkan dua aspek utama yaitu keuangan dan standar pelayanan rumah sakit.
Pada aspek pertama yaitu keuangan, Rumah Sakit Bhayangkara Semarang memiliki
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dana kepada instansi dan
non-instansi. Dari hasil evaluasi secara tradisional dapat diketahui bahwa
kinerja keuangan rumah sakit tahun 2008-2010 dinilai dari target pencapaian
pendapatan. Dari persentase realisasi pendapatan yang diberikan oleh pemerintah
(APBN) dinilai baik karena anggaran yang diajukan lebih besar dari tingkat
pencapaian selama tahun 2008-2009 sebesar 116%, 107% dan 104%. Kinerja keuangan
non-instansi cukup, karena selama tahun2008-2010, pada tahun 2008 mencapai
target sebesar115,90% lalu pada tahun 2009 realisasi anggaran pendapatan tidak
mencapai target sebesar yaitu 99,71% dan mengalami penurunan16,19% dibandingkan
tahun 2008, kemudian kembali mencapai target di tahun 2010 sebesar 122,20%.
Total skor capaian dana keuangan APBN dan Non-SAI adalah 1. 1/2 = 0,5 kriteria
“cukup” adalah jika berada pada titik 0 sampai 0,6. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa kinerja keuangan Rumah Sakit Bhayngkara Semarang adalah cukup.
Kinerja keuangan rumah sakit dapat dilihat pada tabel berikut ini:
20
Kinerja Keuangan
Rumah Sakit
Tahun
|
Anggaran
|
Realisasi Anggaran
|
Capaian
|
|
Pendapatan APBN
|
Pendapatan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2008
|
4,715,672,000
|
5,447,774,066
|
116%
|
|
|
|
|
|
|
2009
|
7,189,373,000
|
7,719,296,934
|
107%
|
|
|
|
|
|
|
2010
|
7,496,494,000
|
7,793,011,363
|
104%
|
|
|
|
|
|
|
|
Anggaran
|
Realisasi
|
Capaian
|
|
|
Pendapatan
non-SAI
|
Pendapatan
|
|
|
|
|
2008
|
4,715,672,000
|
5,465,539,784
|
115.90%
|
|
|
|
|
|
|
2009
|
7,189,373,000
|
7,168,852,580
|
99.71%
|
|
|
|
|
|
|
2010
|
7,496,494,000
|
9,160,568,679
|
122.20%
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Bagian Keuangan
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Aspek yang kedua adalah kinerja rumah sakit
berdasarkan pencapaian jasa pelayanan kesehatan nasional, yaitu Bed
Occupancy Rate (BOR), Bed Turn Over (BTO), Turn Over Internal
(TOI), Average Leangth of Stay (ALOS), Gross Death Rate (GDR),
Net Death Rate
(NDR).
Berdasarkan keenam indikator tersebut diperoleh rata-rata hasil yang cukup
untuk tingkat pelayanan rumah sakit. Pada indikator BOR tingkat rata-ratanya
sebesar 37,24% belum mencapai standar sehingga dinilai kurang (-1). BTO
memiliki tingkat perputaran rata-rata 3,13 kali, masih belum mencapai standar
yang ditetapkan sehingga dinilai kurang (-1). TOI memiliki rata-rata sebanyak
6,38 hari, belum mencapai standar yang ditentukan sehingga diberi skor -1.
Rata-rata ALOS sebesar 3,78 per hari telah mencapai standar yang ditentukan
sehingga dinilai baik (1). GDR memiliki rata-rata yang sudah mencapai standar
sebesar 6,56‰, sehingga dinilai baik dan diberi skor 1. NDR memiliki tingkat
rata-rata yang telah mencapai standar sebesar 3,69‰, sehingga dinilai baik (1).
Kinerja pelayanan rumah sakit dapat dilihat pada tabel berikut ini:
21
Indikator
Kinerja Pelayanan Rumah Sakit
Indikator
|
2008
|
2009
|
2010
|
Rata-
|
Standar
|
Skor
|
|
rata
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BOR (%)
|
41,67
|
36,31
|
33,75
|
37.24
|
60-85%
|
-1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BTO (x/tt)
|
2,97
|
3,02
|
3,42
|
3.13
|
40-50 kali
|
-1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TOI (hari)
|
6,47
|
6,77
|
5,92
|
6.38
|
1-3 hari
|
-1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ALOS (per
|
3,87
|
3,68
|
3,79
|
3.78
|
3-12 hari
|
1
|
|
hari)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
GDR (‰)
|
6,53
|
6,82
|
6,33
|
6.56
|
45/1000
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
NDR (‰)
|
4,15
|
3,81
|
3,12
|
3.69
|
25/1000
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TOTAL SKOR
|
|
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Bagian Rekam
Medik Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Kinerja Rumah
Sakit Setelah Menggunakan Balanced Scorecard
Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard
dilihat melalui empat perspektif. Perspektif tersebut adalah keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.
1.
Perspektif
Keuangan
a.
Rasio ekonomis membandingan antara anggaran
belanja (realisasi pendapatan APBN) dengan belanja rumah sakit yang berasal
dari APBN selama tahun 2008-2010 dinilai baik*, yaitu sebesar 100%, 100%, dan
100%. Hal ini dikarenakan kewajiban rumah sakit sebagai instansi pemerintah
mengalokasikan dana yang diberikan pemerintah. Untuk rasio ekonomis dana yang
berasal dari non SAI dinilai kurang* karena tidak dapat terukur dan belum
adanya pembuatan anggaran pembelanjaan di tahun 2008-2010.
b.
Rasio efektivitas untuk pendapatan yang
berasal dari APBN dinilai kurang*. Tingkat pertumbuhan cederung menurun dari
tahun 2008-2009 yaitu di tahun 2008 sebesar 116% berkurang 9% menjadi 107% dan
kembali berkurang di tahun 2010 sebesar 3%
22
menjadi 104%. Untuk rasio efektivitas
yang berasal dari dana non-SAI dinilai cukup* karena tingkat pertumbuhannya
cenderung fluktuatif. Dilihat dari pencapaian di tahun 2008 sebesar 115.90%,
99,71% di tahun 2009 dan sebesar 122.20% di tahun 2010. Tingkat pencapaian
berkurang sebesar 16,29% di tahun 2009 dan kembali bertambah di tahun 2010
sebesar 22,49%.
c.
Rasio efisiensi dari belanja APBN
dibandingkan dengan realisasi pendapatan APBN dari tahun 2008-2010 dinilai
baik* yaitu sebesar 100%, 100%, dan 100%. Hal ini dilakukan sebagai kewajiban
rumah sakit sebagai organisasi pemerintah bidang pelayanan, wajib memaksimalkan
dan memanfaatkan dengan baik dana dari pemerintah. Rasio efisiensi dari dana
non SAI menunjukkan rasio efisiensi yang semakin baik*, tingkat pertumbuhan
pencapaian dalam tiga tahun terakhir adalah baik, berturut-turut dari tahun
2008-2010 yaitu 97,05%, 96,30% dan 90,63%. Kenaikan pencapaian di tahun 2009
sebesar 0,75% dan di tahun 2010 sebesar 5,67%.
2.
Perspektif
Pelanggan
a.
Rasio retensi pelanggan dinilai cukup*
dilihat dari tingkat pertumbuhan pencapaiannya yang fluktuatif selama tahun
2008-2009. Tingkat rata-rata retensi karyawan tahun 2008 sebesar 100% berkurang
sebesar 0,51% menjadi 99,49% di tahun 2009, kemudian kembali bertambah 0,51%
menjadi 100% di tahun 2010.
b.
Rasio akuisisi pelanggan di Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang adalah kurang*. Hal ini dikarenakan rata-rata akuisisi
pasien di tahun 2008-2010 menurun yaitu 27,84%, 22,51% dan 16,79%. Sehingga
menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan pencapaian akuisisi selama tiga tahun
berkurang, yaitu terjadi di tahun 2009 berkurang sebesar 5,33% dan di tahun
2010 berkurang sebesar 5,72%.
c.
Rasio Kepuasan pelanggan diperoleh dari
penyebaran kuesioner kepada pelanggan tahun 2010 menunjukkan nilai rata-rata
keseluruhan 3,73. Hal ini menandakan nilai rata-rata berada diatas 3,40 yang
artinya pelanggan puas dengan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit,
sehingga dinilai baik*.
23
3.
Perspektif
Proses Bisnis Internal.
a.
Inovasi rumah sakit dilakukan di tahun
2009 dan 2010 dengan mengembangkan pelayanan kegiatan Disaster Victim
Identification (DVI) yang terealisasi 100% pada tahun 2009. Kemudian pada
tahun 2010 rumah sakit resmi terealisasi 100% menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
b.
Proses Operasional pada indikator BOR
dinilai kurang*. Tingkat pertumbuhan pencapaian di tahun 2008-1010 mengalami
penurunan yaitu 41,67, 36,31 dan 33,75. Indikator BTO dinilai baik*. Tingkat
pertumbuhan capaian BTO tahun 2008-2010 mengalami kenaikan masing-masing 2,97,
3,02 3,42 kali. Indikator TOI dinilai cukup*. Tingkat pertumbuhan pencapaian
yang fluktuatif terjadi selama tahun 2008-2010, yaitu waktu luang tempat tidur
di tahun 2008 selama 6,47 hari mengalami kenaikan di tahun 2009 yaitu 6,77 hari
kemudian kembali turun tahun 2010 menjadi 5,92 hari. Indikator ALOS dinilai
cukup*. Tingkat pertumbuhan pencapaian yang fluktuatif terjadi selama tahun
2008-2010. Pada tahun 2008 rata-rata ALOS adalah 3,87 kemudian di tahun 2009
menurun menurun menjadi 3,68 per hari, dan akhirnya kembali naik di tahun 2010
menjadi 3,97 per hari. Indikator GDR dinilai cukup*. Pada indikator GDR semakin
rendah persentasenya adalah semakin baik. Tingkat pertumbuhan pencapaian yang
fluktuatif terjadi selama tahun 2008-2010 Tingkat GDR tahun 2008 sebesar 6,56‰,
kemudian menurun di tahun 2009 menjadi 6,82‰ dan akhirnya kembali meningkat di
tahun 2010 menjadi 6,33‰. Indikator NDR dinilai baik*. Seperti halnya GDR,
semakin rendah rasio NDR, semakin baik. NDR mengalami tingkat kenaikan
pertumbuhan selama tiga tahun yaitu 4,15‰, 3,81‰ dan 3,12‰.
4.
Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan
a.
Penilaian tingkat tingkat retensi adalah
cukup*. Terjadi pertumbuhan pencapaian presentase retensi karyawan yang
fluktuatif selama tahun 2008-2010. Tahun 2008 tingkat retensi karyawan sebesar
1,38%, berkurang sebesar 0,79% menjadi 2,17% di tahun 2009, yang kemudian
kembali bertambah di tahun 2010 sebesar 0,56% menjadi 1,61%. Pada Rumah sakit
Bhayangkara Semarang, Sebagian besar karyawan yang keluar adalah Karyawan ysng
berstatus tidak tetap.
24
b.
Rasio pelatihan karyawan yang fluktuatif
terjadi selama tahun 2008-2010. Pertumbuhan terjadi pada tahun 2008 sebesar
74,07% menjadi 150% di tahun 2009, bertambah sebesar 81,92%. Pada tahun 2010
rasio pelatihan karyawan kembali berkurang sebesar 58,57% menjadi 97,43%. Dari
tingkat tingkat pertumbuhan persentase pencapaian pelatihan karyawan yang fluktuatif
selama tiga tahun, rasio pelatihan karyawan dianggap cukup*.
Berikut ini
adalah tabel kinerja berdasarkan Balanced Scorecard:
Kinerja Berdasarkan Balanced
Scorecard
Perspektif
|
Indikator
|
2008
|
2009
|
2010
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keuangan
|
|
|
|
|
|
|
· APBN
|
Rasio
|
· 100%
|
· 100%
|
· 100%
|
Baik*
|
|
Ekonomis
|
|
|
|
|
|
|
|
· non SAI
|
|
· -
|
· -
|
· -
|
Kurang*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Rasio
|
· 116%
|
· 107%
|
· 104%
|
Kurang*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Efektivitas
|
· 115.90%
|
· 99,71%
|
· 122.20%
|
Cukup*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Rasio
|
· 100%
|
· 100%
|
· 100%
|
Baik*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Efisiensi
|
· 97,05%
|
· 96,30%
|
· 90,63%
|
Baik*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelanggan
|
Retensi
|
100%
|
99,49%
|
100%
|
Cukup*
|
|
|
Pelanggan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Akuisisi
|
27,84%
|
22,51%
|
16,79%
|
Kurang*
|
|
|
Pelanggan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kepuasan
|
-
|
-
|
3.73
|
Baik*
|
|
|
Pelanggan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bisnis
|
|
|
|
|
|
|
Internal
|
Inovasi
|
-
|
100%
|
100%
|
Baik*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Proses
|
|
|
|
|
|
|
Operasional
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
· BOR
|
41,67
|
36,31
|
33,75
|
Kurang*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
25
|
·
|
BTO
|
2,97
|
3,02
|
3,42
|
Baik*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
·
|
TOI
|
6,47
|
6,77
|
5,92
|
Cukup*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
·
|
ALOS
|
3,87
|
3,68
|
3,79
|
Cukup*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
·
|
GDR
|
6,53
|
6,82
|
6,33
|
Cukup*
|
|
|
|
|
|
|
|
|
·
|
NDR
|
4,15
|
3,81
|
3,12
|
Baik*
|
|
|
|
|
|
|
Pmbelajran
|
Retensi
|
1,38%
|
2,17%
|
1,61%
|
Cukup*
|
dan
|
Karyawan
|
|
|
|
|
Prtumbhan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelatihan
|
74,07%
|
150%
|
97,43%
|
Cukup*
|
|
Karyawan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berikut adalah
tabel analisis kinerja menggunakan Balanced Scorecard:
Hasil Penilaian Kinerja Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang Menggunakan Balanced
Scorecard
|
Perspektif
|
Kriteria
|
Skor
|
|
|
|
Keuangan:
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Penurunan
biaya
|
Cukup
|
0
|
|
|
|
|
2.
|
Pertumbuhan
Pendapatan
|
Kurang
|
-1
|
|
|
|
|
3.
|
Peningkatan
efisiensi keuangan
|
Baik
|
1
|
|
|
|
Pelanggan
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Retensi
Pelanggan
|
Cukup
|
0
|
|
|
|
|
2.
|
Akuisisi
Pelanggan
|
Kurang
|
-1
|
|
|
|
|
3.
|
Kepuasan
Pelanggan
|
Baik
|
1
|
|
|
|
Proses Bisnis
Internal
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Inovasi
|
Baik
|
1
|
|
|
|
|
2.
|
Tingkat
Pelayanan
|
Cukup
|
0
|
|
|
|
Pembelajaran
dan Pertumbuhan
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Retansi
karyawan
|
Cukup
|
0
|
|
|
|
|
2.
|
Pelatihan
Karyawan
|
Cukup
|
0
|
|
|
|
TOTAL SKOR
|
|
1
|
|
|
|
Sumber: Data Sekunder Diolah
|
|
|
26
Langkah selanjutnya adalah pembuatan skala untuk
menilai total skor tersebut, sehingga kinerja perusahaan dapat dikatakan
“kurang”, “cukup”, dan “baik”. Untuk total skor rumah sakit adalah 6 dari total
bobot standar. Sehingga rata-rata skor adalah 1/10=0,1. Dengan menggunakan
skala (Mulyadi, 2000), maka dapat diketahui kinerja rumah sakit. Berikut ini
adalah gambar skala kinerja perusahaan:
Skala Kinerja
Kurang Cukup Baik
-1 0 0,1 0,6 1
Setelah membuat skala, selanjutnya adalah menentukan
batas area “kurang”, “cukup” dan “baik”. Kinerja dikatakan “kurang” jika kurang
dari 50% (skor 0). Kinerja dikatakan “baik” apabila lebih dari 80% dan
diasumsikan bahwa 80% sama dengan 0,6. Sisanya adalah daerah
“cukup”, yaitu antara 0-0,6. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dengan menggunakan
Balanced
Scorecard Rumah Sakit Bhayangkara Semarang akan terletak didaerah “cukup”
karena
0,1 terletak
diantara 0-0,6.
27
SIMPULAN,
KETERBATASAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya tentang perbandingan penilaian kinerja berdasarkan standar Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang dengan kinerja menggunakan Balanced Scorecard,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
memungkinkan untuk menerapkan Balanced Scorecard. Penerapan
Balanced Scorecard melalui empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan, dinilai
cukup baik untuk diterapkan. Jika dilihat berdasarkan skala kinerja, rumah
sakit mendapatkan nilai 0,1 maka kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
berdasarkan
Balanced
Scorecard dikatakan
cukup.
2.
Berdasarkan pengukuran Balanced
Scorecard, rumah sakit perlu memperhatikan beberapa aspek kinerja dari
keempat perspektif Balanced Scorecard yang dinilai masih berada pada
tingkat kurang dan cukup. Aspek yang dinilai kurang adalah pertumbuhan
pendapatan dan akuisisi pelanggan. Aspek yang dinilai cukup adalah penurunan
biaya, retensi pelanggan, tingkat pelayanan, retensi karyawan dan pelatihan
karyawan.
Keterbatasan
Penelitian
Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan maupun
kelemahan. Di sisi lain, keterbatasan dan kelemahan yang ditemukan dalam
penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penelitian yang akan datang. Adapun
keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:
1.
Kurangnya informasi yang diperoleh dari
pihak manajemen rumah sakit dikarenakan adanya beberapa akses data yang
terbatas dan tidak terdokumentasi. Sehingga pengukuran terhadap beberapa ukuran
lain yang dapat mempengaruhi kinerja Balanced Scorecard belum dapat
dilakukan.
2.
Obyek penelitian dalam penelitian ini
hanya satu dari dua tipe rumah sakit di Indonesia yaitu rumah sakit yang
dimiliki oleh pemerintah.
Saran
Beberapa saran yang dapat
dipertimbangkan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Semarang antara lain:
1.
Pihak rumah sakit dapat menggunakan
konsep Balanced Scorecard sebagai salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengintegrasikan perencanaan yang dibuat rumah sakit terhadap
implementasinya.
28
2.
Untuk meningkatkan kinerja rumah sakit
berdasarkan konsep Balanced Scorecard diharapkan rumah sakit
meningkatkan aspek kinerja yang masih berada pada tingkat kurang yaitu
pertumbuhan pendapatan dan akuisisi pelanggan srta kinerja yang masih berada
pada tingkat cukup yaitu aspek penurunan biaya, pertumbuhan pendapatan,
kepuasan pelanggan dan tingkat pelayanan.
Bagi penelitian selanjutnya beberapa
saran yang perlu dipertimbangkan adalah:
1.
Terbatasnya data yang diperoleh oleh
peneliti, menjadikan perlunya kajian yang lebih dalam mengenai ukuran lain yang
dapat mempengaruhi kinerja Balanced Scorecard, seperti budaya
organisasi, sistem informasi dan motivasi karyawan.
2.
Obyek penelitian perlu diperluas, tidak
hanya rumah sakit pemerintah tetapi juga rumah sakit swasta, sehingga
penelitian lebih komparatif.
29
Anthony, Robert N. and
Vijay Govindarajan. 2001. Management Control System, Tenth Edition, New
York, Mc Graw-Hill Irwin.
Aurora, Novella. 2010. “Penerapan
Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Pengukuran Kinerja (Studi Kasus
Pada RSUD Tugurejo Semarang)”. Skripsi Dipublikasikan, Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Cahyono, Dwi. 2000.
“Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard Untuk Organisasi Sektor Publik”. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, No. 3, Hal. 283-291.
Dunn, William N. 2003. Pengantar
Analisis Kebijakan Publik. Gadjahmada University Press: Yogjakarta.
Terjemahan.
Ghozali, Imam. 2006.
Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro: Semarang.
Gunawan, Barbara. 2000.
“Menilai Kinerja Dengan Balanced Scorecard”. Manajemen, No. 145,
Hal. 36-40.
Hansen, Don R. dan
Marryanne Mowen. 2009. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat: Jakarta.
Terjemahan.
Kaplan, Robert S dan
David P Norton. 1996. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi.
Erlangga: Jakarta. Terjemahan.
Kemalasari, Yuanisa
Dhira. 2010. “Evaluasi Terhadap Kinerja Unit Usaha Syariah Pada Bank Konvensional
dengan Perspektif Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Bank Jateng)”. Skripsi
Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Mulyadi. 2001. Balanced
Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatgandaan Kinerja
Keuangan Perusahaan, Salemba Empat: Jakarta.
………..dan Johny Setyawan.
2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian manajemen: Sistem Pelipatgandaan
Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat: Jakarta.
……….2005. Sistem
Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mardiasmo. 2002.
Akuntansi Sektor Publik. Andi: Yogyakarta.
30
Nany,
Magdalena. 2008. “Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukur Kinerja
Manajemen
Pada
Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu”. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan,
Vol. 4, No. 1, Hal. 48-56.
Srimindarti,
Ceacilia. 2004. “Balanced Scorecard Sebagai Alternatif Untuk Mengukur
Kinerja”.
Fokus Ekonomi, Vol. 3, No 1,
Hal. 52-63.
Tunggal, Amin
Wijaya. 2003. Pengukuran Dengan Balanced Scorcard. Harvindo: Jakarta.
Ulum, Ihyaul
M.D. 2006. Audit Sektor Publik Suatu Pengantar. Bumi Aksara: Jakarta.
Yuwono, Sony. 2003. Petunjuk
Praktis Penyusunan Balanced Scorecard: Menuju Organisasi Yang Berfokus
Pada Strategi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Wangsi, Husni. 2006.
“ Analisis Penilaian Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang”. Skripsi Tidak Dipublikasikan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Wijayanti, Woro.
”Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Balanced Scorecard Sebagai
Alternatif (Studi
Kasus Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah
Dr Amino Gondohutomo
Semarang)”. Skripsi Tidak
Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
31