Rabu, 03 Juni 2015

Referensi Jurnal Skripsi ( 2 Jurnal )

Nama : Annisa Nurmallasari
NPM  : 20211968
Kelas : 4 EB 08



PENERAPAN METODE BALANCED SCORECARD

SEBAGAI TOLOK UKUR PENILAIAN KINERJA PADA

ORGANISASI NIRLABA


(Studi Kasus pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang)





Wahyu Eko Yuzandra Pramadhany

Shiddiq Nur Rahardjo, S.E., M.Si., Akt.

Fakultas Ekonomi UNDIP




ABSTRACT


This research discuses about performance measurement of organization by using Balanced Scorecard as a method that can be applied in a public sector organization. Nowadays, performance measurement in public sector is still more focused on internal business and short term goals (financial). Therefore, measurement of performance using the Balanced Scorecard (financial perspective, customer perspective, internal business perspective and learning and growth perspective) offers a solution for more comprehensive performance measurement and comprehensive in an organization.

The object of this research is Bhayangkara Hospital, Semarang as one of the hospitals owned by Central Java Polda. The research at hospital conducted by comparing between internal hospital performance and Balanced Scorecard performance of the years 2008-2010.

From the results of research using the Balanced Scorecard, the average value for each perspectives of financial, customer, internal business and learning and growth is good enough. So it can be concluded that the performance of the Bhayangkara Hospital, Semarang included in the criteria sufficiently, with some suggestions and improvements that need to be done.



Keywords: Performance, Balanced Scorecard, Hospital







1

PENDAHULUAN




Latar Belakang Masalah

Untuk menghadapi persaingan bisnis yang sangat kompetitif, kinerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh suatu organisasi. Kinerja dalam suatu periode tertentu dapat dijadikan acuan untuk mengukur tingkat keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, sistem kinerja yang sesuai dan cocok untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan berkembang.

Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi sebuah organisasi. Pengukuran tersebut antara lain dapat digunakan sebagai dasar menyusun sistem imbalan atau sebagai dasar penyusun strategi organisasi atau perusahaan (Cahyono, 2000). Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja dibuat dengan menetapkan reward dan punishment system (Ulum, 2009).

Sistem pengukuran kinerja tradisional merupakan salah satu cara yang umumnya digunakan oleh manajemen tradisional untuk mengukur kinerja. Pengukuran kinerja secara tradisional lebih menekankan kepada aspek keuangan, karena lebih mudah diterapkan sehingga tolok ukur kinerja personal diukur berkaitan dengan aspek keuangan saja. Sistem ini lazim dilakukan dan mempunyai beberapa kelebihan, akan tetapi karena hanya menitikberatkan pada aspek keuangan tentunya menimbulkan adanya kelemahan. Pengukuran kinerja berdasar aspek keuangan dianggap tidak mampu menginformasikan upaya-upaya apa yang harus diambil dalam jangka panjang, untuk meningkatkan kinerja organisasi. Disamping itu, sistem pengukuran kinerja ini dianggap tidak mampu mengukur asset tidak berwujud yang dimiliki organisasi seperti sumber daya manusia, kepuasan pelanggan, dan kesetiaan pelanggan.

Untuk meningkatkan kinerja organisasi, maka diperlukan suatu sistem berbasis kinerja. Kinerja yang baik harus mempunyai sistem pengukuran kinerja yang andal dan berkualitas, sehingga diperlukan penggunaan ukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan aspek keuangan saja tetapi juga memperhatikan aspek-aspek non-keuangan. Hal ini mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk merancang suatu sistem pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yang

2


disebut dengan Balanced Scorecard. Konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2000) merupakan salah satu metode pengukuran kinerja dengan memasukkan empat aspek/perspektif di dalamnya yaitu:

1.        Financial perspective (perspektif keuangan)

2.        Customer perspective (perspektif pelanggan)

3.        Internal bisnis perspective (perspektif proses bisnis internal) dan

4.        Learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan)

Balanced Scorecard merupakan strategi bisnis yang diterapkan agar dapat dilaksanakan dan dapat mengukur keberhasilan organisasi. Dengan demikian Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai alat untuk mengimplementasikan strategi. Lebih dari itu, Balanced Scorecard dapat menyelaraskan berbagai fungsi (divisi, departemen, seksi) agar segala keputusan dan kegiatannya di dalam masing-masing fungsi tersebut dapat dimobilisasikan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Pada awalnya, Balanced Scorecard dirancang untuk digunakan pada organisasi yang bersifat mencari laba, namun kemudian berkembang dan diterapkan pada organisasi nirlaba. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan pada organisasi laba dengan organisasi nirlaba, diantaranya: pada organisasi laba perspektif finansial adalah tujuan utama dari perspektif yang ada, sedangkan pada organisasi nirlaba perspektif konsumen merupakan tujuan utama dari perspektif yang ada. Persfektif finansial dalam organisasi laba adalah berupa finansial atau keuntungan, sedangkan dalam organisasi nirlaba perspektif finansisal adalah pertanggungjawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.

Balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi nirlaba karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sesuai dengan jenis organisasi nirlaba yaitu menempatkan laba sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang bersifsat kualitatif dan non keuangan.

Rumah sakit umum merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang sektor publik dalam bidang jasa kesehatan. Kegiatan usaha rumah sakit umum daerah bersifat sosial dan ekonomi yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.

3


Rumah sakit umum sebagai salah satu instansi pemerintah harus mampu memberikan pertanggungjawaban baik secara keuangan maupun non-keuangan kepada pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pengukuran kinerja yang mencakup semua aspek. Balanced Scorecard merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan pengukuran kinerja baik dari aspek keuangan maupun non keuangan.

Rumah Sakit Bhayangkara Semarang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Polri. Selama ini pengukuran kinerjanya hanya menggunakan pengukuran kinerja secara tradisional, yaitu membandingkan target yang telah ditetapkan dengan realisasi pendapatan yang diterima oleh rumah sakit, serta ukuran jasa standar pelayanan rumah sakit. Pengukuran tersebut dirasa kurang memadai karena hanya menggunakan standar umum penilaian.

Berdasarkan  uraian  tersebut,  maka  penulis  ingin  menerapkan  elemen-elemen  yang  dimiliki

Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat aspek yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan visi, misi dan tujuan yang dijabarkan dalam strategi organisasi dan nantinya setelah aspek-aspek non finansial tersebut diukur, diharapkan dapat membuat pengukuran kinerja di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang menjadi lebih baik dari sekarang. Dengan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai “Penerapan Metode Balanced

Scorecard Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja Pada Organisasi Nirlaba (Studi Kasus pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang)”.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1.        Bagaimana kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan mengacu pada penilaian kinerja secara tradisional?

2.        Bagaimana kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan mengacu pada penilaian kinerja menggunakan Balanced Scorecard?

3.        Bagaimana penilaian kinerja tradisional dibandingkan dengan pengukuran menggunakan Balanced Scorecard pada Rumah Sakit Bhayangkara?

4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1)      Mengetahui kinerja kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan penilaian kinerja secara tradisional.

2)      Mengetahui kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan penilaian kinerja menggunakan Balanced Scorecard.

3)      Mengetahui perbandingan antara pengukuran kinerja secara tradisional dengan pengukuran menggunakan Balanced Scorecard.













































5

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Kinerja

Menurut Helfert (dalam Srimindarti, 2004: 53) Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).

Penilaian Kinerja

Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001: 416). Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai media untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik yang dihasilkan kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

Penilaian Kinerja Tradisional

Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Menurut Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang


6


lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu perlu adanya cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis.

Pengertian Rumah Sakit

Menurut Anwar (dikutip dari Wangsi, 2006), rumah sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

Berdasar standar pengukuran jasa pelayanan kesehatan nasional (Depkes 2005), kinerja rumah sakit dinilai dari:

a.         BOR (Bed Occupancy Rate), menunjukkan presentase tempat tidur yang dihuni dengan tempat tidur yang tersedia.

b.        BTO (Bed Turn Over Rate), menunjukkan perbandingan jumlah pasien keluar dengan rata-rata tempat tidur yang siap pakai.

c.         TOI (Turn Over Interval), menunjukkan rata-rata waktu luang tempat tidur.

d.        ALOS (Average Length of Stay), menunjukkan rata-rata lamanya seorang pasien dirawat inap.

e.         GDR (Gross Death rate), digunakan untuk mengetahui rata-rata kematian untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar.

f.         NDR (Net Death Rate), digunakan untuk mengetahui rata-rata angka kematian >48 jam setelah dirawat untuk tiap-taip 1000 pasien keluar.

Pengertian Balanced Scorecard

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Adapun pengertian Balanced Scorecard menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata; Scorecard, yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya; dan

Balanced, yaitu menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang

7


dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.

Karakteristik Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka panjang.

Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorcared

Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternatif pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat perspektif utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kelebihan penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan pendekatan Balanced Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan tersebut.

Perspektif di Dalam Balanced Scorcared

Balanced Scorecard menunjukkan adanya metode pengukuran kinerja yang menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton, 1996: 47). Ada empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu:

1.        Perspektif Keuangan (Financial Perspective)

Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton (2000) dibedakan menjadi tiga tahap:

a.   Growth (Berkembang)

Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling


8


tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.

b.  Sustain Stage (Bertahan)

Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.

c.   Harvest (Panen)

Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.

2.        Perspektif Pelanggan/Konsumen

Kaplan dan Norton (2000: 58) menjelaskan pengukuran dalam perspektif peanggan, yaitu:

a.         Pangsa pasar

Pangsa pasar menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.

9

b.        Akuisisi pelanggan

Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun.

c.         Retensi pelanggan

Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini dengan cara membandingkan jumlah pelanggan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.

d.        Tingkat kepuasan pelanggan

Mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. Berupa umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnisnya.

3.        Perspektif Proses Bisnis Internal

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 83) dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:

a.   Inovasi

Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan.

b.  Proses Operasional

Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok

10


ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.

c.   Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan

Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.

4.        Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 2000: 110):

a.   Kepuasan Karyawan

Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.

b.  Kemampuan Sistem Informasi

Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.

11

c.   Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan

Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila mereka tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan keputusan atau bertindak.

Kerangka Pemikiran

Gambaran mengenai penelitian ini dijelaskan pada kerangka pemikiran sebagai berikut:

Rumah Sakit Bhayangkara

Semarang



Kinerja rumah sakit




Pengukuran kinerja standar RS

Pengukuran kinerja menggunakan
Bhayangkara

Balanced Scorecard




Balanced Scorecard:

1.   Perspektif Keuangan

2.   Perspektif Pelanggan

3.   Perspektif Proses Bisnis Internal

4.   Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan




Perbandingan antara kinerja standar rumah sakit dan Balanced Scorecard


Kesimpulan






12

METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian berupa studi kasus, yaitu metode pengumpulan data dengan mengambil beberapa elemen dan kemudian masing-masing elemen tersebut diteliti, kesimpulan yang ditarik hanya berlaku untuk elemen-elemen yang diteliti saja. Penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan data berupa elemen-elemen yang menjadi tolak ukur dalam pengukuran kinerja, dengan metode Balanced Scorecard.

Objek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini merupakan organisasi nirlaba yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat, yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu metode pengukuran kinerja yang tepat untuk diterapkan pada rumah sakit ini agar dapat menilai baik atau tidak kinerja di dalamnya.

Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dinilai cocok sebagai objek penelitian karena memenuhi standar kualitas sebagai rumah sakit yang baik. Selain itu lokasi yang strategis, memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data untuk penelitian.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Sebelum menerapkan Balanced Scorecard pengukuran kinerja rumah sakit dilakukan dengan mengukur kinerja keuangan dan kinerja pelayanan:

1.        Kinerja Keuangan  = (Realisasi Pendapatan / Target Pendapatan) x 100%

2.        Kinerja Pelayanan:

BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari)) X 100% BTO = (Jumlah pasien keluar (hidup dan mati) / Jumlah tempat tidur) X 100%

TOI = (((Jumlah tempat tidur X periode) – hari perawatan)/ (Jumlah pasien keluar (hidup dan mati))) X 100%

ALOS = (Jumlah lama perawatan pasien / (Jumlah pasien keluar (hidup dan mati)) X 100%

13


GDR = (Jumlah pasien mati (seluruhnya) / Jumlah pasien keluar (hidup dan mati)) X1000 ‰

NDR = (Jumlah pasien keluar mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup dan mati))

X 1000 ‰

Setelah menggunakan Balanced Scorecard pengukuran kinerja dilakukan menggunakan empat perspektif utama yang dimiliki Balanced Scorecard. Data yang diperoleh berasal dari rumah sakit. Data tersebut berupa data-data yang sudah ada dan dimiliki rumah sakit, tetapi belum diolah secara maksimal serta data baru yang didapatkan atau dicari oleh peneliti sendiri.

1.        Financial Perspective (perspektif keuangan)

Perspektif keuangan berkaitan dengan berkaitan erat dengan tingkat efektifitas dan efisiensi. Adapun penelitian ini dilakukan pada organisasi sektor pubik yang kegiatannya dilakukan pada sektor nirlaba, maka penggunaan instrumen value for money yang dikembangkan oleh Mardiasmo (2002) adalah yang paling tepat. Instrumen tersebut terdiri dari rasio ekonomis, rasio efektivitas, dan rasio efisiensi. dengan rasio ekonomi dan rasio efisiensi dapat dihitung dengan cara berikut ini:

a. Rasio Ekonomis

Rasio Ekonomi adalah rasio yang menggambarkan kehematan dalam penggunaan anggaran yang mencakup pengelolaan secara hati-hati dan cermat serta tidak boros. Pengukuran rasio ekonomis Menurut Wijayanti (2010) dilakukan dengan cara membandingkan target anggaran dan realisasi belanja.

Rasio Ekonomis = (Belanja Rumah Sakit / Anggaran yang ditetapkan) x 100%

b. Rasio Efektivitas

Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan (Dunn, 2003: 429). Sehingga ukuran efektivitas dapat diartikan sebagai suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai.



14

Rasio Efektivitas = (Realisasi Pendapatan / Target Pendapatan) x 100%

c. Rasio Efisiensi

Rasio Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya belanja yang dikeluarkan terhadap realisasi pendapatan. Sehingga apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai, ini berarti kegiatan kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan (Dunn, 2003:430).

Rasio Efisiensi = (Total Belanja rumah sakit / Total Realisasi pendapatan) x 100%

2.        Customer Perspective (perspektif pelanggan)

Pengukuran terkait dalam perspektif pelanggan (Kaplan dan Norton, 2000), yaitu: a. Akuisisi pelanggan

Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun. Tingkat akuisisi pelanggan dinilai kurang apabila akuisisi pelanggan mengalami penurunan, dinilai sedang apabila konstan dan fluktuatif dan dinilai baik apabila mengalami peningkatan.

b.  Retensi pelanggan

Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Tingkat retensi pelanggan dinilai kurang apabila retensi pelanggan mengalami penurunan, dinilai sedang apabila konstan dan fluktuatif dan dinilai baik apabila mengalami peningkatan.

c.   Tingkat kepuasan pelanggan

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan, dengan meneliti tingkat kepuasan pelanggan yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada pelanggan kemudian diukur menggunakan skala ordinal.





15

3.        Internal bisnis perspective (perspektif proses bisnis internal)

Perspektif bisnis internal terkait dengan penilaian atas proses yang telah dibangun dalam melayani masyarakat. Penilaian tersebut meliputi proses inovasi dan kualitas pelayanan. Penilaian ini bertujuan dalam rangka meningkatkan dan mendorong pertumbuhan organisasi, guna meningkatkan tingkat pelayanan kepada pelanggan (Mulyadi, 2001). Utuk tingkat pelayanan diukur dengan menggunakan standar kinerja pelayanan rumah sakit yaitu

Bed Occupancy Rate (BOR), Bed Turn Over (BTO), Turn Over Interval (TOI), Average Leangth of Stay (ALOS), Gross Death Rate (GDR), Net Death Rate (NDR). Perspektif bisnis internal dinilai kurang apabila proses inovasi dan pelayanan mengalami penurunan, dinilai sedang apabila konstan dan fluktuatif dan dinilai baik apabila mengalami peningkatan dan maksimal.

4.        Learning and growth perspective (pembelajaran dan pertumbuhan) a. Retensi Karyawan

Penilainan dilakukan untuk menilai tingkat komitmen karyawan yang dapat dinilai dari tingkat retensi karyawan.

Perputaran karyawan = (Jumlah karyawan yang keluar / Total karyawan pada tahun berjalan) X 100%

Tingkat retensi karyawan dinilai baik apabila selama periode pengamatan mengalami penurunan, dinilai sedang apabila fluktuatif dan dinilai kurang apabila mengalami peningkatan.

b.        Pelatihan Karyawan

Peningkatan kapabilitas karyawan dinilai dari peningkatan pelatihan/seminar yang diadakan baik dari dalam maupun luar rumah sakit. Tingkat pelatihan karyawan dinilai baik apabila mengalami peningkatan, dinilai sedang apabila fluktuatif dan dinilai kurang apabila mengalami penurunan selama periode penelitian.






16

Jenis dan Sumber Data

1.        Data primer, merupakan data penelitian yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui kuesioner, yang ditujukan kepada pelanggan sebanyak 20 responden. Adapun data mengenai kepuasan pelanggan diketahui lewat kuesioner.

2.        Data sekunder, merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat orang lain). Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu:

1.        Kuesioner

Disebarkan kepada pelanggan Rumah Sakit Bhayangkara Semarang sebanyak 20 responden. Perhitungan bobot kuesioner menggunakan skala ordinal.

2.        Dokumentasi dan Studi Pustaka

Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data keuangan (anggaran dan realisasi anggaran), data yang mencakup perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Metode studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh dari literatur yang membahas tentang pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard.

Pengujian Instrumen Penelitian

Pengujian ini dilakukan untuk menguji kuesioner yang nantinya digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Penelitian diharapkan dapat memperoleh hasil yang objektif (valid) dan dapat diuji konsistensinya (reliability). Pengujian dengan menggunakan uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment (Pearson) yaitu, pertanyaan dinyatakan valid jika r hitung lebih besar dari r tabel yaitu 0,44 dan uji reliabilitas dengan menggunakan

Alpha  dengan nilai Croanbach’s Alpha > 60% (Ghozali: 2006). Teknik pengambilan sampel


17


adalah teknik pengambilan sampel probabilitas, yaitu dengan pemilihan sampel acak sederhana, yang memberikan kesempatan yang sama dan bersifat tidak terbatas pada setiap elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel.

Untuk menghitung kuesioner pelanggan menggunakan skala ordinal. Skala berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Skala ordinal berisi lima tingkat jawaban dengan pilihan berupa angka skala 1-5, yang artinya adalah sebagai berikut (Ghozali 2006):

1    Sangat Tidak Puas

2    Tidak Puas

3    Cukup Puas

4    Puas

5    Sangat Puas

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan pendekatan deskriptif kuantitatif statistik komparatif. Metode ini dilakukan dengan cara:

1.        Memaparkan dan menjelaskan data-data yang telah didapatkan, seperti data keuangan rumah sakit, laporan kinerja standar pelayanan rumah sakit dan data personel/karyawan, untuk kemudian diolah menjadi pemacu ukuran kinerja.

2.        Memberikan skor untuk masing-masing pemacu kinerja, baik kinerja menurut penilaian rumah sakit, maupun kinerja berdasarkan empat perspektif Balanced Scorecard.














18


Tabel Rating Scale



Skor

Nilai



-1

Kurang



0

Cukup



1

Baik




Sumber: Mulyadi 2001

3.        Menentukan kriteria kinerja “kurang”, “cukup”, dan “baik” dengan membuat skala penilaian kinerja balanced scorecard dari hasil pemberian skor pada masing-masing indikator. Kinerja dikatakan “kurang” jika besar nilainya kurang dari 50% (skor 0). Kinerja dikatakan “baik” apabila lebih dari 80% dan diasumsikan bahwa 80% sama dengan 0,6. Sisanya adalah daerah “cukup”, yaitu antara 0-0,6.

4.        Skor yang didapat dari masing-masing pengukuran baik berdasarkan standar rumah sakit maupun Balanced Scorecard, kemudian dibandingkan. Pengukuran dengan skor lebih besar menunjukkan tingkat ketepatan yang lebih baik. Hal ini berguna untuk mengetahui, apakah kinerja rumah sakit selama ini sudah baik menurut metode Balanced Scorecard.



























19

HASIL DAN ANALISIS




Deskripsi Objek Penelitian

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang pada umumnya berwujud berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berupa data-data tertulis atas pengukuran dan perencanaan kinerja tahun 2008-2010. Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui kuesioner, yang ditujukan kepada pelanggan sebanyak 20 responden. Adapun data mengenai kepuasan pelanggan diketahui lewat kuesioner.

Kinerja Rumah Sakit Sebelum Menggunakan Balanced Scorecard

Pengukuran kinerja internal rumah sakit dilakukan berdasarkan dua aspek utama yaitu keuangan dan standar pelayanan rumah sakit. Pada aspek pertama yaitu keuangan, Rumah Sakit Bhayangkara Semarang memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dana kepada instansi dan non-instansi. Dari hasil evaluasi secara tradisional dapat diketahui bahwa kinerja keuangan rumah sakit tahun 2008-2010 dinilai dari target pencapaian pendapatan. Dari persentase realisasi pendapatan yang diberikan oleh pemerintah (APBN) dinilai baik karena anggaran yang diajukan lebih besar dari tingkat pencapaian selama tahun 2008-2009 sebesar 116%, 107% dan 104%. Kinerja keuangan non-instansi cukup, karena selama tahun2008-2010, pada tahun 2008 mencapai target sebesar115,90% lalu pada tahun 2009 realisasi anggaran pendapatan tidak mencapai target sebesar yaitu 99,71% dan mengalami penurunan16,19% dibandingkan tahun 2008, kemudian kembali mencapai target di tahun 2010 sebesar 122,20%. Total skor capaian dana keuangan APBN dan Non-SAI adalah 1. 1/2 = 0,5 kriteria “cukup” adalah jika berada pada titik 0 sampai 0,6. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan Rumah Sakit Bhayngkara Semarang adalah cukup. Kinerja keuangan rumah sakit dapat dilihat pada tabel berikut ini:




20

Kinerja Keuangan Rumah Sakit

Tahun
Anggaran
Realisasi Anggaran
Capaian

Pendapatan APBN
Pendapatan









2008
4,715,672,000
5,447,774,066
116%






2009
7,189,373,000
7,719,296,934
107%






2010
7,496,494,000
7,793,011,363
104%







Anggaran
Realisasi
Capaian


Pendapatan non-SAI
Pendapatan




2008
4,715,672,000
5,465,539,784
115.90%






2009
7,189,373,000
7,168,852,580
99.71%






2010
7,496,494,000
9,160,568,679
122.20%






Sumber: Bagian Keuangan Rumah Sakit Bhayangkara Semarang



Aspek yang kedua adalah kinerja rumah sakit berdasarkan pencapaian jasa pelayanan kesehatan nasional, yaitu Bed Occupancy Rate (BOR), Bed Turn Over (BTO), Turn Over Internal (TOI), Average Leangth of Stay (ALOS), Gross Death Rate (GDR), Net Death Rate

(NDR). Berdasarkan keenam indikator tersebut diperoleh rata-rata hasil yang cukup untuk tingkat pelayanan rumah sakit. Pada indikator BOR tingkat rata-ratanya sebesar 37,24% belum mencapai standar sehingga dinilai kurang (-1). BTO memiliki tingkat perputaran rata-rata 3,13 kali, masih belum mencapai standar yang ditetapkan sehingga dinilai kurang (-1). TOI memiliki rata-rata sebanyak 6,38 hari, belum mencapai standar yang ditentukan sehingga diberi skor -1. Rata-rata ALOS sebesar 3,78 per hari telah mencapai standar yang ditentukan sehingga dinilai baik (1). GDR memiliki rata-rata yang sudah mencapai standar sebesar 6,56‰, sehingga dinilai baik dan diberi skor 1. NDR memiliki tingkat rata-rata yang telah mencapai standar sebesar 3,69‰, sehingga dinilai baik (1). Kinerja pelayanan rumah sakit dapat dilihat pada tabel berikut ini:










21

Indikator Kinerja Pelayanan Rumah Sakit

Indikator
2008
2009
2010
Rata-
Standar
Skor

rata
















BOR (%)
41,67
36,31
33,75
37.24
60-85%
-1









BTO (x/tt)
2,97
3,02
3,42
3.13
40-50 kali
-1









TOI (hari)
6,47
6,77
5,92
6.38
1-3 hari
-1









ALOS (per
3,87
3,68
3,79
3.78
3-12 hari
1

hari)















GDR (‰)
6,53
6,82
6,33
6.56
45/1000
1









NDR (‰)
4,15
3,81
3,12
3.69
25/1000
1











TOTAL SKOR


0









Sumber: Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Bhayangkara Semarang



Kinerja Rumah Sakit Setelah Menggunakan Balanced Scorecard

Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard dilihat melalui empat perspektif. Perspektif tersebut adalah keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.

1.        Perspektif Keuangan

a.       Rasio ekonomis membandingan antara anggaran belanja (realisasi pendapatan APBN) dengan belanja rumah sakit yang berasal dari APBN selama tahun 2008-2010 dinilai baik*, yaitu sebesar 100%, 100%, dan 100%. Hal ini dikarenakan kewajiban rumah sakit sebagai instansi pemerintah mengalokasikan dana yang diberikan pemerintah. Untuk rasio ekonomis dana yang berasal dari non SAI dinilai kurang* karena tidak dapat terukur dan belum adanya pembuatan anggaran pembelanjaan di tahun 2008-2010.

b.      Rasio efektivitas untuk pendapatan yang berasal dari APBN dinilai kurang*. Tingkat pertumbuhan cederung menurun dari tahun 2008-2009 yaitu di tahun 2008 sebesar 116% berkurang 9% menjadi 107% dan kembali berkurang di tahun 2010 sebesar 3%

22


menjadi 104%. Untuk rasio efektivitas yang berasal dari dana non-SAI dinilai cukup* karena tingkat pertumbuhannya cenderung fluktuatif. Dilihat dari pencapaian di tahun 2008 sebesar 115.90%, 99,71% di tahun 2009 dan sebesar 122.20% di tahun 2010. Tingkat pencapaian berkurang sebesar 16,29% di tahun 2009 dan kembali bertambah di tahun 2010 sebesar 22,49%.

c.       Rasio efisiensi dari belanja APBN dibandingkan dengan realisasi pendapatan APBN dari tahun 2008-2010 dinilai baik* yaitu sebesar 100%, 100%, dan 100%. Hal ini dilakukan sebagai kewajiban rumah sakit sebagai organisasi pemerintah bidang pelayanan, wajib memaksimalkan dan memanfaatkan dengan baik dana dari pemerintah. Rasio efisiensi dari dana non SAI menunjukkan rasio efisiensi yang semakin baik*, tingkat pertumbuhan pencapaian dalam tiga tahun terakhir adalah baik, berturut-turut dari tahun 2008-2010 yaitu 97,05%, 96,30% dan 90,63%. Kenaikan pencapaian di tahun 2009 sebesar 0,75% dan di tahun 2010 sebesar 5,67%.

2.        Perspektif Pelanggan

a.         Rasio retensi pelanggan dinilai cukup* dilihat dari tingkat pertumbuhan pencapaiannya yang fluktuatif selama tahun 2008-2009. Tingkat rata-rata retensi karyawan tahun 2008 sebesar 100% berkurang sebesar 0,51% menjadi 99,49% di tahun 2009, kemudian kembali bertambah 0,51% menjadi 100% di tahun 2010.

b.        Rasio akuisisi pelanggan di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang adalah kurang*. Hal ini dikarenakan rata-rata akuisisi pasien di tahun 2008-2010 menurun yaitu 27,84%, 22,51% dan 16,79%. Sehingga menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan pencapaian akuisisi selama tiga tahun berkurang, yaitu terjadi di tahun 2009 berkurang sebesar 5,33% dan di tahun 2010 berkurang sebesar 5,72%.

c.         Rasio Kepuasan pelanggan diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada pelanggan tahun 2010 menunjukkan nilai rata-rata keseluruhan 3,73. Hal ini menandakan nilai rata-rata berada diatas 3,40 yang artinya pelanggan puas dengan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit, sehingga dinilai baik*.




23

3.        Perspektif Proses Bisnis Internal.

a.         Inovasi rumah sakit dilakukan di tahun 2009 dan 2010 dengan mengembangkan pelayanan kegiatan Disaster Victim Identification (DVI) yang terealisasi 100% pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010 rumah sakit resmi terealisasi 100% menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

b.        Proses Operasional pada indikator BOR dinilai kurang*. Tingkat pertumbuhan pencapaian di tahun 2008-1010 mengalami penurunan yaitu 41,67, 36,31 dan 33,75. Indikator BTO dinilai baik*. Tingkat pertumbuhan capaian BTO tahun 2008-2010 mengalami kenaikan masing-masing 2,97, 3,02 3,42 kali. Indikator TOI dinilai cukup*. Tingkat pertumbuhan pencapaian yang fluktuatif terjadi selama tahun 2008-2010, yaitu waktu luang tempat tidur di tahun 2008 selama 6,47 hari mengalami kenaikan di tahun 2009 yaitu 6,77 hari kemudian kembali turun tahun 2010 menjadi 5,92 hari. Indikator ALOS dinilai cukup*. Tingkat pertumbuhan pencapaian yang fluktuatif terjadi selama tahun 2008-2010. Pada tahun 2008 rata-rata ALOS adalah 3,87 kemudian di tahun 2009 menurun menurun menjadi 3,68 per hari, dan akhirnya kembali naik di tahun 2010 menjadi 3,97 per hari. Indikator GDR dinilai cukup*. Pada indikator GDR semakin rendah persentasenya adalah semakin baik. Tingkat pertumbuhan pencapaian yang fluktuatif terjadi selama tahun 2008-2010 Tingkat GDR tahun 2008 sebesar 6,56‰, kemudian menurun di tahun 2009 menjadi 6,82‰ dan akhirnya kembali meningkat di tahun 2010 menjadi 6,33‰. Indikator NDR dinilai baik*. Seperti halnya GDR, semakin rendah rasio NDR, semakin baik. NDR mengalami tingkat kenaikan pertumbuhan selama tiga tahun yaitu 4,15‰, 3,81‰ dan 3,12‰.

4.        Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

a.         Penilaian tingkat tingkat retensi adalah cukup*. Terjadi pertumbuhan pencapaian presentase retensi karyawan yang fluktuatif selama tahun 2008-2010. Tahun 2008 tingkat retensi karyawan sebesar 1,38%, berkurang sebesar 0,79% menjadi 2,17% di tahun 2009, yang kemudian kembali bertambah di tahun 2010 sebesar 0,56% menjadi 1,61%. Pada Rumah sakit Bhayangkara Semarang, Sebagian besar karyawan yang keluar adalah Karyawan ysng berstatus tidak tetap.

24


b.      Rasio pelatihan karyawan yang fluktuatif terjadi selama tahun 2008-2010. Pertumbuhan terjadi pada tahun 2008 sebesar 74,07% menjadi 150% di tahun 2009, bertambah sebesar 81,92%. Pada tahun 2010 rasio pelatihan karyawan kembali berkurang sebesar 58,57% menjadi 97,43%. Dari tingkat tingkat pertumbuhan persentase pencapaian pelatihan karyawan yang fluktuatif selama tiga tahun, rasio pelatihan karyawan dianggap cukup*.

Berikut ini adalah tabel kinerja berdasarkan Balanced Scorecard:

Kinerja Berdasarkan Balanced Scorecard

Perspektif
Indikator
2008
2009
2010
Keterangan








Keuangan






· APBN
Rasio
· 100%
· 100%
· 100%
Baik*

Ekonomis







· non SAI

·  -
·  -
·  -
Kurang*









Rasio
· 116%
· 107%
· 104%
Kurang*








Efektivitas
· 115.90%
· 99,71%
· 122.20%
Cukup*












Rasio
· 100%
· 100%
· 100%
Baik*








Efisiensi
· 97,05%
· 96,30%
· 90,63%
Baik*











Pelanggan
Retensi
100%
99,49%
100%
Cukup*


Pelanggan













Akuisisi
27,84%
22,51%
16,79%
Kurang*


Pelanggan













Kepuasan
-
-
3.73
Baik*


Pelanggan












Bisnis






Internal
Inovasi
-
100%
100%
Baik*












Proses






Operasional













·  BOR
41,67
36,31
33,75
Kurang*










25


·
BTO
2,97
3,02
3,42
Baik*








·
TOI
6,47
6,77
5,92
Cukup*








·
ALOS
3,87
3,68
3,79
Cukup*








·
GDR
6,53
6,82
6,33
Cukup*








·
NDR
4,15
3,81
3,12
Baik*






Pmbelajran
Retensi
1,38%
2,17%
1,61%
Cukup*
dan
Karyawan




Prtumbhan













Pelatihan
74,07%
150%
97,43%
Cukup*

Karyawan














Berikut adalah tabel analisis kinerja menggunakan Balanced Scorecard:

Hasil Penilaian Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang Menggunakan Balanced

Scorecard


Perspektif
Kriteria
Skor



Keuangan:






1.
Penurunan biaya
Cukup
0




2.
Pertumbuhan Pendapatan
Kurang
-1




3.
Peningkatan efisiensi keuangan
Baik
1



Pelanggan






1.
Retensi Pelanggan
Cukup
0




2.
Akuisisi Pelanggan
Kurang
-1




3.
Kepuasan Pelanggan
Baik
1



Proses Bisnis Internal






1.
Inovasi
Baik
1




2.
Tingkat Pelayanan
Cukup
0



Pembelajaran dan Pertumbuhan






1.
Retansi karyawan
Cukup
0




2.
Pelatihan Karyawan
Cukup
0



TOTAL SKOR

1



Sumber: Data Sekunder Diolah



26


Langkah selanjutnya adalah pembuatan skala untuk menilai total skor tersebut, sehingga kinerja perusahaan dapat dikatakan “kurang”, “cukup”, dan “baik”. Untuk total skor rumah sakit adalah 6 dari total bobot standar. Sehingga rata-rata skor adalah 1/10=0,1. Dengan menggunakan skala (Mulyadi, 2000), maka dapat diketahui kinerja rumah sakit. Berikut ini adalah gambar skala kinerja perusahaan:

Skala Kinerja

Kurang                       Cukup                  Baik



-1                                              0  0,1            0,6                        1

Setelah membuat skala, selanjutnya adalah menentukan batas area “kurang”, “cukup” dan “baik”. Kinerja dikatakan “kurang” jika kurang dari 50% (skor 0). Kinerja dikatakan “baik” apabila lebih dari 80% dan diasumsikan bahwa 80% sama dengan 0,6. Sisanya adalah daerah

“cukup”,  yaitu antara 0-0,6. Dengan demikian  dapat diartikan bahwa  dengan menggunakan

Balanced Scorecard Rumah Sakit Bhayangkara Semarang akan terletak didaerah “cukup” karena

0,1 terletak diantara 0-0,6.






























27

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang perbandingan penilaian kinerja berdasarkan standar Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan kinerja menggunakan Balanced Scorecard, maka dapat disimpulkan bahwa:

1.        Rumah Sakit Bhayangkara Semarang memungkinkan untuk menerapkan Balanced Scorecard. Penerapan Balanced Scorecard melalui empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan, dinilai cukup baik untuk diterapkan. Jika dilihat berdasarkan skala kinerja, rumah sakit mendapatkan nilai 0,1 maka kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan

Balanced Scorecard dikatakan cukup.

2.        Berdasarkan pengukuran Balanced Scorecard, rumah sakit perlu memperhatikan beberapa aspek kinerja dari keempat perspektif Balanced Scorecard yang dinilai masih berada pada tingkat kurang dan cukup. Aspek yang dinilai kurang adalah pertumbuhan pendapatan dan akuisisi pelanggan. Aspek yang dinilai cukup adalah penurunan biaya, retensi pelanggan, tingkat pelayanan, retensi karyawan dan pelatihan karyawan.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan maupun kelemahan. Di sisi lain, keterbatasan dan kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penelitian yang akan datang. Adapun keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:

1.        Kurangnya informasi yang diperoleh dari pihak manajemen rumah sakit dikarenakan adanya beberapa akses data yang terbatas dan tidak terdokumentasi. Sehingga pengukuran terhadap beberapa ukuran lain yang dapat mempengaruhi kinerja Balanced Scorecard belum dapat dilakukan.

2.        Obyek penelitian dalam penelitian ini hanya satu dari dua tipe rumah sakit di Indonesia yaitu rumah sakit yang dimiliki oleh pemerintah.

Saran

Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Semarang antara lain:

1.        Pihak rumah sakit dapat menggunakan konsep Balanced Scorecard sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan perencanaan yang dibuat rumah sakit terhadap implementasinya.



28


2.        Untuk meningkatkan kinerja rumah sakit berdasarkan konsep Balanced Scorecard diharapkan rumah sakit meningkatkan aspek kinerja yang masih berada pada tingkat kurang yaitu pertumbuhan pendapatan dan akuisisi pelanggan srta kinerja yang masih berada pada tingkat cukup yaitu aspek penurunan biaya, pertumbuhan pendapatan, kepuasan pelanggan dan tingkat pelayanan.

Bagi penelitian selanjutnya beberapa saran yang perlu dipertimbangkan adalah:

1.        Terbatasnya data yang diperoleh oleh peneliti, menjadikan perlunya kajian yang lebih dalam mengenai ukuran lain yang dapat mempengaruhi kinerja Balanced Scorecard, seperti budaya organisasi, sistem informasi dan motivasi karyawan.

2.        Obyek penelitian perlu diperluas, tidak hanya rumah sakit pemerintah tetapi juga rumah sakit swasta, sehingga penelitian lebih komparatif.













































29

DAFTAR PUSTAKA




Anthony, Robert N. and Vijay Govindarajan. 2001. Management Control System, Tenth Edition, New York, Mc Graw-Hill Irwin.

Aurora, Novella. 2010. “Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Pengukuran Kinerja (Studi Kasus Pada RSUD Tugurejo Semarang)”. Skripsi Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Cahyono, Dwi. 2000. “Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard Untuk Organisasi Sektor Publik”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, No. 3, Hal. 283-291.

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjahmada University Press: Yogjakarta. Terjemahan.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.

Gunawan, Barbara. 2000. “Menilai Kinerja Dengan Balanced Scorecard”. Manajemen, No. 145, Hal. 36-40.

Hansen, Don R. dan Marryanne Mowen. 2009. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat: Jakarta. Terjemahan.

Kaplan, Robert S dan David P Norton. 1996. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Erlangga: Jakarta. Terjemahan.

Kemalasari, Yuanisa Dhira. 2010. “Evaluasi Terhadap Kinerja Unit Usaha Syariah Pada Bank Konvensional dengan Perspektif Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Bank Jateng)”. Skripsi Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat: Jakarta.

………..dan Johny Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat: Jakarta.

……….2005. Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi: Yogyakarta.





30

Nany, Magdalena. 2008. “Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukur Kinerja Manajemen

Pada Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu”. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4, No. 1, Hal. 48-56.

Srimindarti, Ceacilia. 2004. “Balanced Scorecard Sebagai Alternatif Untuk Mengukur Kinerja”.

Fokus Ekonomi, Vol. 3, No 1, Hal. 52-63.

Tunggal, Amin Wijaya. 2003. Pengukuran Dengan Balanced Scorcard. Harvindo: Jakarta.

Ulum, Ihyaul M.D. 2006. Audit Sektor Publik Suatu Pengantar. Bumi Aksara: Jakarta.

Yuwono, Sony. 2003. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard: Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Wangsi, Husni. 2006. “ Analisis Penilaian Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Wijayanti, Woro. ”Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Balanced Scorecard Sebagai

Alternatif  (Studi  Kasus  Pada  Rumah  Sakit  Jiwa  Daerah  Dr  Amino  Gondohutomo

Semarang)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.




































31