Jumat, 03 Mei 2013

POSTINGAN 2 Penetapan Pengadilan Dalam Proses Pelaksanaan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan


NAMA                                   : ANNISA NURMALLASARI
NPM                                       : 20211968
KELAS                                  : 2EB08
TANGGAL REVIEW         : 3 MEI 2013


PENETAPAN PENGADILAN DALAM PROSES PELAKSANAAN JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH WARISAN (STUDI KASUS PENETAPAN NOMOR 729/PDT.P/2003/PN.SBY OLEH PENGADILAN NEGERI SURABAYA)


OLEH :
PETRUS DIBYO YUWONO
B4B 007159


PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009



3. Pengertian warisan

3.1 Menurut Hukum Barat (kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”

Dari Pasal 830 KUHPerdata tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa “warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah pembagian  hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”       

Pendapat tersebut memberikan batasan-batasan mengenai warisan antara lain:
a. Seorang peninggal warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan kekayaan
b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaaan yang ditinggal itu
c. Harta warisan yaitu ujud kekayaan yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada ahli waris itu

3.1.1 Sistem Pewarisan Barat

Sistem pewarisan menurut hukum barat yang dimaksud di sini adalah sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum perdata, yang menganut sistem individual  dimana harta warisan jika pewaris meninggal harus selekas mungkin diadakan pembagian. Sistem ini kebanyakan dianut oleh Warga Negara Indonesia keturunan asing seperti keturunan Eropa, Cina, bahkan Arab atau lainnya yang tidak lagi berpegang teguh pada ajaran agamanya.

Sendi pokok hukum waris barat sebagaimana dikemukakan Wirjono Prodjodikoro adalah Pasal 1066 kitab Undang-Undang Hukum perdata yang menyatakan :

a. Dalam hal seorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta  benda seorang itu         tidak dipaksa membiarkan harta benda itu tetap tidak  dibagi-bagi diantara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya.
b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut, meskipun ada suatu perjanjian yang bertentangan dengan itu.
c. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama waktu tertentu.
d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi dapat diadakan lagi, kalau tenggang lima tahun itu telah lalu.

Bahwa sistem hukum waris barat tidak sesuai dengan alam pikiran bangsa Indonesia karena sifatnya yang mementingkan hak-hak perseorangan atas kebendaan. Hal mana selalu akan dapat menimbulkan perselisihan tentang harta warisan diantara para waris apabila pewaris wafat, dikarenakan menurut hukum barat pada hakekatnya semua harta warisan termasuk hutang piutang beralih kepada waris, sedangkan para waris dapat memilih diantara 3 (tiga) sikap yaitu :

a. Sikap menerima secara keseluruhan, berarti waris menerima warisan termasuk hutang-hutang pewaris.
b. Sikap menerima dengan syarat, berarti waris menerima warisn secara  terperinci dan hutang-hutang pewaris akan dibayar berdasarkan barangbarang warisan yang diterima.
c. Sikap menolak, berarti waris tidak mau menerima warisan karena ia tidak tahu menahu mengenai pengurusan harta warisan itu.



3.2 Menurut Hukum Adat

Istilah waris didalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia dengan pengertian bahwa didalam hukum waris dalam hubungannnya dengan ahli waris tetapi luas dari itu.

Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya. Perbuatan penerusan atau pengalihan harta pewaris kepada waris sebelum pewaris meninggal dapat terjadi dengan cara penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada waris.

Didalam kepustakaan hukum istilah warisan ada hukum kewarisan dan ada hukum waris. Dibawah ini akan dikemukakan pengertian istilah yang dipakai dalam uraian selanjutnya dalam hubungannya dengan unsur-unsur hukum waris.

1.     warisan

Istilah ini menunjukkan harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi bagi. Istilah ini dipakai untuk membedakan dengan harta yang didapat seseorang bukan dari peninggalan sendiri pewaris tetapi didapat sebagai hasil usaha pencaharian sendiri didalam ikatan atau diluar ikatan perkawinan. Jadi warisan atau harta warisan adalah harta kekayaan seseorang yang telah wafat.

2.     waris

Istilah ini dipakai untuk menunjukkan orang yang mendapat harta warisan, yang terdiri dari ahli waris yaitu mereka yang berhak menerima warisan dan bukan ahli waris tetapi kewarisan juga dari harta warisan. Jadi waris yang ahli waris ialah orang yang berhak mewarisi sedangkan yang bukan ahli waris adalah orang yang kewarisan.

3.2.1. Sistem Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat
di Indonesia sistem kewarisan yang terdapat pada masyarakat ada 3 yaitu :

a.     sistem Pewarisan kolektif, sistem ini sangat dipengaruhi oleh cara berpikir yang kita jumpai dalam masyarakat adat yang disebut cara berpikir yang “comun” atau  “komunal/kebersamaan”. Cara berpikir yang komunal ini menekankan pada rasa kebersamaan dalam ikatan kemasyarakatan yang kuat, senasib sependeritaan, secita-cita dan setujuan, meliputi seluruh lapangan kehidupan. Keadaan ini menggambarkan bahwa individualitas (sifat individu) dari seseorang terdesak kebelakang. Kebersamaanlah yang utama baik dalam suka maupun duka. Cara berpikir komunal ini dikaitkan dengan hukum waris adat lebih baik harta peninggalan (warisan) dibiarkan tetap utuh tidak dibagi-bagikan, diwarisi bersama sama oleh sekumpulan ahli waris dan hasilnya dinikmati bersama kemudian dijadikan harga pusaka.

b. Sistem Pewarisan Mayorat , sistem kewarisan mayorat sesungguhnya adalah juga merupakan system pewarisan kolektif, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas
           sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan  kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga. Anak tertua dalam kedudukannya sebagai penerus penanggung jawab orang tua yang wafat berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudara yang lain terutama  bertanggung jawab atas harta warisan dan kehidupan adik-adiknya yang masih kecil sampai mereka dapat berumah tangga dan berdiri sendiri dalam suatu  wadah kekerabatan mereka yang turun menurun. Seperti halnya dengan system kolektif setiap anggota waris dari harta bersama mempunyai hak memakai dan hak menikmati harta bersama itu tanpa hak menguasai atau memilikinya secara perorangan.

c. Sistem Pewarisan Individual , Pewarisan dengan sistem individual atau perseorangan adalah sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat  menguasai dan memiliki bagian harta warisan untuk disahkan, dinikmati atau dialihkan. (dijual) kepada sesama waris, anggota kerabat, tetangga ataupun orang lain

Berbicara tentang sistem kewarisan tidak lepas dari sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat-masyarakat hukum adat di Indonesia, apabila masyarakat adat yang ada di Indonesia memeluk agama yang berbeda beda bersuku-suku yang mempunyai bentuk kekeluargaan atau kekerabataan yang berbeda-beda pula.

Secara teoritis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam 3 corak yaitu:

a. sistem patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita dalam pewarisan.

b. Sistem matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan.

c. Sistem parental atau bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orangtua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan didalam pewarisan.

3.3. Menurut Hukum Islam

Hukum Kewarisan Islam pada dasarnya bersumber kepada beberapa ayat Alquran dan Hadis Rasulullah yang terdiri dari ucapan, perbuatan, dan hal-hal yang ditentukan Rasulullah. Baik dalam Alquran maupun hadis-hadis Rasulullah, dasar hukum kewarisan itu ada yang secara tegas mengatur dan ada yang secara tersirat bahkan kadang-kadang hanya berisi pokok-pokoknya saja yang paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum itu dalam Surah An Nissa’; disamping surah lainnya sebagai pembantu.

Masalah kewarisan akan timbul apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut harus ada pewaris (muwarits) seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta peninggalan (Tirkah), adalah merupakan condition sine quo non (syarat mutlak). Pewarisan hanya berlangsung karena kematian dan kematian itu ada beberapa macam antara lain sebagai berikut :

1. Mati hakiki (mati yang sebenarnya), ialah hilangnya nyawa seseorang dari jasadnya yang dapat dibuktikan oleh pancaindera atau oleh dokter.
2.Mati hukmi (mati yang dinyatakan menurut putusan hakim)
3.Mati taqdiri ialah kematian bayi yang baru dilahirkan.

Harus ada mauruts atau tirkah, ialah apa yang ditinggalkan pewaris baik hak kebendaan berwujud maupun tidak berwujud  bernilai atau tidak bernilai, atau kewajiban yang harus dibayar.

Harus ada ahli waris (warits), yaitu orang yang akan menerima harta peninggalan pewaris yang dapat dibagi dalam 5 (lima) golongan yaitu:

1. ahli waris sebab (sababiyah) perkawinan antara suami dan istri.
2. ahli waris nasabiyah, yaitu orang yang menerima warisan karena ada hubungan nasab (qarabat)
3. ahli waris karena hubungan wala (karena pembebasan budak)
4. apabila menangis anak yang baru dilahirkan maka dia akan mewaris
5. kematiannya bersamaan mereka tidak saling mewaris

3.3.1. Sistem Pewarisan Islam

Sistem hukum waris islam adalah sitem hukum waris yang pelaksanaan dan penyelesaian harta warisan itu apabila pewaris wafat. Apabila seseorang meninggal dunia meninggalkan harta kekayaan makan berarti ada harta warisan yang haarus dibagi-bagikan kepada para waris pria atau wanita yang masih hidup dan juga memberikan bagian kepada anak-anak yatim dan fakir miskin.

Sistem waris islam dasar berlakunya sistem individual bilateral yang terdapat dalam Alquran Surah IV Annisa. Sesungguhnya hukum waris islam adalah perubaahan dari hukum waris adat bangsa arab sebelum islam yang berdasarkan sistem kekeluargaan kebapakan (patrilineal) dimana yang berhak mendapat harta peninggalan adalah asabat yaitu kaum kerabat lelaki dari pihak bapak. Setelah datangnya islam maka Alquran melakukan perubahan sebagaimana diatur dalam Alquran IV: 7-18, dengan memberi bagian pula bagi kaum wanita sehingga disebut dzawu’I-faraidh yaitu ahli waris yang berhak mendapat warisan adalah sebagai berikut :

1. menurut garis bapak-anak (kebawah), ialah juga anak perempuan, anak  perempuan dari anak lelaki
2. menurut garis anak-bapak (keatas), ialah bapa, ibu, kakek dari pihak bapak dan nenek perempuan dari pihak bapak maupun dari pihak ibu
3. menurut garis saudara (kesamping) ialah saudara kandung, saudara tiri dari pihak bapak, saudara tiri dan saudara tiri dari pihak ibu, juga duda dan janda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar