Jumat, 03 Mei 2013

POSTINGAN 4 Penetapan Pengadilan Dalam Proses Pelaksanaan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan



NAMA                                   : ANNISA NURMALLASARI
NPM                                       : 20211968
KELAS                                  : 2EB08
TANGGAL REVIEW         : 3 MEI 2013


PENETAPAN PENGADILAN DALAM PROSES PELAKSANAAN JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH WARISAN (STUDI KASUS PENETAPAN NOMOR 729/PDT.P/2003/PN.SBY OLEH PENGADILAN NEGERI SURABAYA)


OLEH :
PETRUS DIBYO YUWONO
B4B 007159


PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009






BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Penyelesaian Secara Yuridis Mengenai Ketidakhadiran Seseorang Dari Salah Satu Pihak (Penjual) Sebelum Proses Pelaksanaan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan Dilakukan.

Hak Milik oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diatur dalam Pasal 20 mempunyai pengertian yaitu :

1. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat  dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6
2. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Sifat-sifat dari hak milik membedakannya dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang “mutlak” tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat namun hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai. Bahwa hak milik merupakan hak yang kuat berarti hak itu tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain. Hak milik mempunyai sifat turun temurun artinya dapat di warisi oleh ahli waris yang mempunyai tanah, Kepemilikannya akan dilanjuti oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.

Hukum waris  diatas yang berlaku adalah hukum waris adat, yang system kekeluargaannya bersifat parental. Dalam system kekeluargaan parental system pewarisannya bisa bersifat kolektif apabila harta peninggalan tersebut diteruskan dan dialihkan kepemilikannya dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tak terbagi bagi penguasaan dan kepemilikannya. Namun dengan berjalannya waktu dan adanya kesepakatan dari semua pemilik tanah hak milik tersebut, maka system pewarisan yang bersifat kolektif tersebut berubah kearah sistem individual yaitu system pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.

Tanah hak milik dapat dipindah haknya kepada pihak lain dengan cara jual beli, hibah, tukar-menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik, hal tersebut diatur dalam Pasal 26 UUPA :

1. Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.

2. Setiap Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga Negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu
    badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal demi karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.


2. Proses Pelaksanaan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan Dengan Berdasarkan Penetapan Pengadilan Nomor 729/Pdt.P/2003/PN.Sby oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Kedudukan atau status penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah bila dalam hak milik atau tanah terdapat lebih dari 1 (satu) pemilik, maka yang berhak menjual adalah mereka yang memiliki tanah itu bersama-sama dan dilarang dijual oleh satu orang saja.

Jual beli tanah yang dilakukan hanya oleh satu orang saja berakibat batal demi hukum, yang artinya bahwa sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli, dalam hal yang demikian ini jelas kepentingan pembeli sangat dirugikan sebab ia sudah membayar harga tanah itu kepada penjual sedangkan haknya atas tanah yang dibelinya tidak pernah beralih kepadanya.

PPAT mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu (Pasal 2 ayat 1 Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun 2006) perbuatan hukum tersebut meliputi: jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan kedalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Pasal 2 ayat 2 Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun
2006).


Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Antara lain dengan mencocokkan data yang terdapat dalam sertipikat dengan daftar-daftar yang ada dikantor pertanahan. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam Pasal 32 ayat 1 yang dalam penjelasannya dijelaskan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar