NAMA :
ANNISA NURMALLASARI
NPM :
20211968
KELAS :
2EB08
TANGGAL REVIEW : 3 MEI 2013
PENETAPAN PENGADILAN DALAM PROSES PELAKSANAAN JUAL BELI
HAK MILIK ATAS TANAH WARISAN (STUDI KASUS PENETAPAN NOMOR 729/PDT.P/2003/PN.SBY
OLEH PENGADILAN NEGERI SURABAYA)
OLEH :
PETRUS DIBYO YUWONO
B4B 007159
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009
BAB
III
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Penyelesaian
Secara Yuridis Mengenai Ketidakhadiran Seseorang Dari Salah Satu Pihak
(Penjual) Sebelum Proses Pelaksanaan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan
Dilakukan.
Hak
Milik oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diatur dalam Pasal 20 mempunyai
pengertian yaitu :
1. Hak milik
adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan
mengingat ketentuan Pasal 6
2.
Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Sifat-sifat
dari hak milik membedakannya dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hak yang
“terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat
ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang “mutlak” tak terbatas dan
tidak dapat diganggu gugat namun hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan hak
guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai. Bahwa hak milik merupakan hak yang kuat
berarti hak itu tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak
lain. Hak milik mempunyai sifat turun temurun artinya dapat di warisi oleh ahli
waris yang mempunyai tanah, Kepemilikannya akan dilanjuti oleh ahli warisnya
setelah ia meninggal dunia.
Hukum
waris diatas yang berlaku adalah hukum
waris adat, yang system kekeluargaannya bersifat parental. Dalam system
kekeluargaan parental system pewarisannya bisa bersifat kolektif apabila harta
peninggalan tersebut diteruskan dan dialihkan kepemilikannya dari pewaris
kepada waris sebagai kesatuan yang tak terbagi bagi penguasaan dan
kepemilikannya. Namun dengan berjalannya waktu dan adanya kesepakatan dari
semua pemilik tanah hak milik tersebut, maka system pewarisan yang bersifat
kolektif tersebut berubah kearah sistem individual yaitu system pewarisan
dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau
memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.
Tanah
hak milik dapat dipindah haknya kepada pihak lain dengan cara jual beli, hibah,
tukar-menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan
untuk memindahkan hak milik, hal tersebut diatur dalam Pasal 26 UUPA :
1. Jual beli,
penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta
pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Setiap Jual
beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan
lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik
kepada orang asing, kepada seorang warga Negara yang
disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau
kepada suatu
badan hukum,
kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2),
adalah batal demi karena hukum dan tanahnya jatuh
kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh
pemilik tidak dapat dituntut kembali.
2. Proses
Pelaksanaan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan Dengan Berdasarkan Penetapan
Pengadilan Nomor 729/Pdt.P/2003/PN.Sby oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Kedudukan
atau status penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah bila dalam hak milik
atau tanah terdapat lebih dari 1 (satu) pemilik, maka yang berhak menjual
adalah mereka yang memiliki tanah itu bersama-sama dan dilarang dijual oleh
satu orang saja.
Jual
beli tanah yang dilakukan hanya oleh satu orang saja berakibat batal demi hukum,
yang artinya bahwa sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli,
dalam hal yang demikian ini jelas kepentingan pembeli sangat dirugikan sebab ia
sudah membayar harga tanah itu kepada penjual sedangkan haknya atas tanah yang dibelinya
tidak pernah beralih kepadanya.
PPAT
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar
bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan
hukum itu (Pasal 2 ayat 1 Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun 2006) perbuatan
hukum tersebut meliputi: jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan kedalam perusahaan
(inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas
tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemberian Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (Pasal 2 ayat 2 Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun
2006).
Akta
PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah,
maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat
untuk pendaftaran hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab
untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan.
Antara lain dengan mencocokkan data yang terdapat dalam sertipikat dengan
daftar-daftar yang ada dikantor pertanahan. Hal ini dilakukan dalam rangka
untuk memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam Pasal 32 ayat 1 yang dalam penjelasannya
dijelaskan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai
alat pembuktian
yang kuat
mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku
tanah yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar